animasi blog
Animasi Blog

baground

Sabtu, 09 Januari 2016

ISI HATI

Aku hanya ingin menulis sesuatu yang SEDERHANA,,,
bukan sesulit yang orang-org bayangkan,,,
Aku hanya ingin menulis sesuatu yang benar-benar aku inginkan,,,
bukan ingin menunjukan sesuatu yang menakjubkan,,,
Aku hanya ingin menulis untuk mengetahui ilmu-Nya,,,,
bukan ingin membuktikan law aku hebat,,,,
Aku hanya ingin menulis apa yang ada di hati,,,
bukan ingin menunjukan aku sokk,,,,
Rabb,,,
tanamkan prinsip dlm diri ku, agar keinginan ku sllu bersama ku,
kta2 x menjatuhkan keinginan ku, melemahkan harapan ku dan mematahkan semangat ku,,,,
Rabb,,,

teguhkan dan mantapkan PRINSIP Q

Minggu, 03 Januari 2016

POLA DAN MODEL BIMBINGAN KONSELING DALAM LINTAS SEJARAH



MAKALAH
POLA DAN MODEL BIMBINGAN KONSELING
 DALAM LINTAS SEJARAH
Disusun Oleh : KELOMPOK I



TANTANG RAMA S.         :151.124.005
SITI HAJAR                         :151.124.016
RIZA ROPIANA                  :151.124.021
NURSIDRATI                      :151.124.024

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
MATARAM
2013/2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, karunia, serta hidayah-Nya yang tak terhingga, sehingga tugas ini dapat terselesaikan dengan baik.
Walaupun kami telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun tugas ini, namun tentu masih jauh dari kesempurnaan dan ditemukan berbagai kekurangan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini diharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun demi tercapainya tujuan yang  kita inginkan.





Mataram, 7 November 2013

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................          
KATA PENGANTAR..................................................................          i
DAFTAR ISI.................................................................................         ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang...................................................................         1
B.     Rumusan Masalah..............................................................         2
C.     Tujuan................................................................................         2

BAB II PEMBAHASAN
A.    Bimbingan dan konseling Komprehensif dalam persepektif
Sejarah...............................................................................         3
B.     Pola-pola Bimbingan dan Konseling.................................         8
C.     Pola Umum bimbingan dan konseling di Sekolah
(BK pola 17)......................................................................         9
D.    Konseling Pola Manajemen dan Pelayanan Bimbingan dan
di Sekolah dan Madrasah..........................................                9
E.     Model-model Konseling menurut Para Ahli......................       10
F.      Model-model Konseling....................................................       11
G.    Model-model Pembelajaran Berbasis Bimbingan dan
Konseling...........................................................................       12

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................       15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................       19


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Seiring perkembangannya BK, beragam harapan dan optimisme banyak disandangkan pada guru-guru BK yang dapat membawa angin segar perubahan dalam suasana dan proses pendidikan di sekolah. Fokus kerjanya jelas dan tegas, yaitu sebagaimana yang disebutkan oleh Ivey dan Goncalves (1987), menghadapi kemungkinan-kemungkinan munculnya psychological problems dalam kehidupan siswa dan proses tumbuh-kembang siswa dalam konteks pendidikan. Begitu pula dalam halnya dalam konteks kebijakan yang tertuang dalam rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam pendidikan formal di Indonesia dijelaskan bahwa jika di dalam Permendiknas No. 23/2006 dirumuskan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang harus dicapai peserta didik melalui proses pembelajaran bidang studi, maka kompetensi peserta didik  yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah  kompetensi kemandirian untuk mewujudkan diri (self actualization) dan pengembangan kapasitasnya (capacity development) yang dapat mendukung pencapaian kompetensi lulusan.
Begitu  pula sebaliknya, kesuksesan peserta didik dalam mencapai SKL akan secara signifikan menunjang terwujudnya pengembangan kemandirian. Tuntutan yang dihadapi oleh guru bimbingan dan konseling saat ini sangatlah kompleks. Kita seluruhnya sudah mafhum bahwa bimbingan dan konseling sebagai bagian integral yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan memiliki peran penting dan strategis dalam mendukung pencapaian tujuan pendidikan yang  holistik. Tujuan utama layanan BK di sekolah adalah memberikan dukungan pada pencapaian kematangan kepribadian, keterampilan sosial, kemampuan akademik, dan bermuara pada terbentuknya kematangan karir individual yang diharapkan dapat bermanfaat di masa yang akan datang. Selama beberapa tahun terakhir ini,  berbagai upaya yang dilakukan untuk menjawab tantangan tersebut telah memunculkan paradigma baru tentang model layanan bimbingan dan konseling yang ideal, yaitu bimbingan dan konseling sekolah komprehensif.
[1]Diskursus tentang model Bimbingan dan Konseling Komprehensif (selanjutnya disebut BKK) selama kurang lebih satu dekade terakhir telah menjadi tanda tanya besar tidak hanya di kalangan praktisi layanan  BK di sekolah, tetapi juga seolah diragukan oleh beberapa kalangan akademisi BK. Gelombang besar BKK yang diwacanakan oleh Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia tersebut setidak-tidaknya telah menimbulkan gesekan dan tarik-menarik yang cukup kuat di kalangan elit organisasi profesi (bahkan melibatkan elit birokrasi di  pemerintahan) dalam kaitannya dengan kebijakan praktis yang akan diberlakukan di institusi pendidikan (sekolah). Tanpa dapat dibendung, wacana BKK tersebut terus menggelinding jauh walaupun dengan “dukungan setengah hati’ dari birokrat pendidikan. Harus diakui bahwa pada akhirnya dinamika perkembangan profesi bimbingan dan konseling lebih banyak diwarnai interupsi dan intervensi oleh pihak-pihak yang berpikir sempit dan pragmatis.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanna sejarah masuknya bimbingan konseling di Indonesia ?
2.      Menjelaskan pola bimbingan konseling ?
3.      Menjelaskan berbagai model pembelajaran bimbingan konseling
C.     Tujuan
Memberikan pemahaman kepada mahasiswa dan mahasiswi mengenai sejarah masuknya bimbingan konseling di Indonesia dan pola serta model bimbingan konseling apa saja yang di terapkan di sekolah dan madrasah.




BAB II
PEMBAHASAN

A.     Bimbingan dan Konseling Komprehensif dalam Persepektif Sejarah
[2]Harus diakui bahwa kelahiran dan perkembangan konsep serta paradigma layanan bimbingan dan konseling di Indonesia tidak lain merupakan replikasi dan adopsi model yang telah berkembang sejak lama di Amerika Serikat (atau lebih tepatnya made in America). Pemahaman tentang bimbingan dan konseling sebagai suatu sistem dan kerangka kerja kelembagaan tidak dapat dilepaskan dari pandangan umum bahwa layanan BK merupakan bagian integral dari sistem pendidikan. Di Amerika Serikat, latar kelahiran BK di awal abad 20 bermula dari keperihatinan yang mendalam dari  kalangan dunia pendidikan terhadap carut-marutnya perkembangan kepribadian generasi muda terutama kalangan pelajar di sekolah yang terkena dampak gelombang besar industrialisasi di kota-kota besar, jumlah siswa drop-out meningkat (kaum muda lebih memilih bekerja ketimbang sekolah, sementara keterampilan kerja tidak memadai), pergeseran nilai dalam keluarga dan masyarakat, urbanisasi besar-besaran dari desa ke kota, dan problem-problem sosial yang lain.
Kenyataan tersebut akhirnya memicu tumbuhnya layanan bimbingan dan konseling sebagai suatu gerakan sosial yang selaras dengan gerakan kemajuan (progressive movement) yang berkembang dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat pada saat itu yang dipelopori oleh tokoh-tokoh pendidikan saat itu, seperti Frank Parsons, Charles Merrill, Meyer Blommfield, Jesse B. Davis, Anna Reed, E. W. Weaver dan David Hill. Para tokoh tersebut sama-sama memandang secara kritis bahwa gelombang revolusi industri yang membawa dampak negatif bagi perkembangan generasi muda harus dicegah. Gerakan bimbingan yang muncul di AS dalam bentuk bimbingan pekerjaan (vocational guidance) tersebut membawa pengaruh besar terhadap banyak negara lainnya, seperti Filipina, Malaysia, India, dan tidak terkecuali Indonesia.  Gunawan menjelaskan bahwa pada periode awal kemerdekaan masalah bimbingan pekerjaan baru diperhatikan oleh jawatan yang mengurus masalah tenaga kerja.
Kegiatan bimbingan kemudian dikembangkan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan dengan mengembangkan banyak kursus keterampilan bagi kaum muda. Baru pada tahun 1962, ada kebijakan SMA Gaya Baru yang mulai menggeser bimbingan pekerjaan ke arah  bimbingan akademik. Secara formal, pemberlakuan kurikulum 1975 mengandung penegasan bahwa BK (saat itu disebut bimbingan dan penyuluhan) merupakan bagian integral dalam pendidikan di sekolah. Lahirnya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) tahun 1975 di Malang, Jawa Timur dan pergantian nama IPBI menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) tahun 2001 dengan kelengkapan divisi-divisi layanan di dalamnya semakin memperkokoh layanan BK dengan berbagai domain layanan yang semakin kompleks; pribadi, sosial, akademik, karir dan layanan pendukung lainnya.
[3]Sementara itu, inisiatif pengembangan model BKK tidak lepas dari pengaruh gelombang reformasi sekolah (school reform movement) yang terjadi di Amerika Serikat sekitar tahun 1980-an sampai dengan 1900-an. Pada tahun 1983, Komisi Nasional Pendidikan di Amerika Serikat saat itu mempublikasikan rekomendasi yang membuat publik tersentak kaget;  A Nation at Risk and The Imperative of Educational Reform (Negara dalam Bahaya; Pentingnya Reformasi Pendidikan). Beberapa komisioner pendidikan menjelaskan bahwa siswa-siswa di Amerika Serikat telah tertinggal jauh dari siswa-siswa yang ada di Eropa Barat dan negara-negara pasifik lainnya dalam hal prestasi akademik.
Fenomena tersebut disebabkan oleh rendahnya standar akademik yang harus dicapai, sebagian besar guru tidak memiliki inspirasi, dan kurikulum yang tidak berkembang optimal. Dalam hal moral, sekolah-sekolah menengah di Amerika Serikat berhadapan dengan tingginya kekerasan di kalangan pelajar, kenaikan rata-rata kehamilan siswa di luar nikah, dan sebagainya. Inilah kenyataan yang terjadi di negeri yang dianggap sebagai kampiun dalam demokrasi dan pendidikan. Di tengah kecaman dunia internasional, terpilihnya  George W. Bush pada tahun 2000 setidak-tidaknya memberi angin segar bagi masa depan reformasi pendidikan di Amerika Serikat.
[4]Di masa Bush, kongres AS telah mengamandemen Undang-Undang Pendidikan Dasar dan Menengah (Elementary and Secondary Act) dan  melahirkan UU yang berpihak pada anak (No Child Left Behind Act).  Sampai dengan diterbitkannya UU tersebut, Gysbers mengamati bahwa sebagian besar konselor sekolah di Amerika Serikat lebih banyak disibukkan oleh dan menghabiskan waktu untuk tugas dan kewajiban yang tidak professional. Penelitian yang dilakukan oleh ASCA (American School Counselor Association) menunjukkan bahwa sebagian besar konselor sekolah menghabiskan waktu antara 1 sampai 88% dari keseluruhan waktu bekerja hanya untuk kegiatan-kegiatan yang tidak profesional dan tidak ada kaitannya langsung dengan layanan bimbingan dan konseling. Tugas-tugas yang tidak profesional tersebut menurut ASCA, seperti kegiatan pendaftaran dan mengatur penjadwalan siswa baru (registering and scheduling), menangani problem kedisplinan siswa di sekolah, pengaturan berlebihan dalam hal seragam sekolah, mengerjakan tugas klerikal dan administratif, bahkan sampai dengan menggantikan tugas guru dalam mengajarkan mata pelajaran atau subjek tertentu di luar bidang layanan BK.
Di tengah arus deras reformasi pendidikan, berbagai organisasi profesi bidang layanan BK yang ada di negeri Paman Sam tersebut memandang bahwa reformasi yang terjadi merupakan kesempatan emas untuk mereposisi program bimbingan dan konseling sebagai bagian penting dari misi pendidikan (sekolah) dalam mendukung pencapaian prestasi akademik dan fasilitasi tugas perkembangan siswa di berbagai aspek. Dengan demikian, kesimpulan yang dapat diambil dari fenomena yang terjadi di Amerika Serikat tersebut, yaitu paradigma dan implementasi model BKK merupakan bagianpenting yang tidak terpisahkan dari gelombang reformasi sekolah yang terjadi saat itu. [5]Sementara di Indonesia tidak sepenuhnya kita dapat membaca dan menganalisis sejarah ke-BK-an yang ada di Indonesia. Karena profesi bimbingan dan konseling kita sekarang ini belum memasuki fase historis, sebab kita sebagai pelaku sejarah masih mengalami proses untuk membangun visi dan aksi layanan bimbingan dan konseling yang kokoh di masa mendatang.
Walaupun demikian, pada dasarnya warna dan nuansa dunia pendidikan kita (termasuk layanan bimbingan dan konseling) tidak lepas dari momentum, peristiwa penting, dan konstelasi sosial-politik yang telah hadir di Indonesia. Sejarah hanya dapat ditulis berdasarkan rangkaian peristiwa yang saling berhubungan, tidak terkecuali sejarah pendidikan dan perkembangan layanan professional bimbingan dan konseling. Dewasa ini, kita seolah-olah tengah mereplikasi sejarah Amerika. Selama lebih dari satu dekade, bangsa Indonesia tengah memasuki masa reformasi di berbagai bidang, tidak terkecuali pendidikan. Semangat reformasi dalam bidang pendidikan tersebut ditandai oleh keprihatinan yang mendalam seluruh pihak terhadap rendahnya indeks kualitas pembangunan sumber daya manusia yang dilansir oleh berbagai media pemeringkatan internasional, angka partisipasi pendidikan yang rendah, beberapa daerah seperti Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat dan beberapa daerah lainnya bahkan diidentifikasi sebagai “kantong merah” buta aksara, kesenjangan sarana dan prasarana serta kualitas pendidikan di berbagai daerah di tanah air, dan sebagainya. Prof. Dedi Supriadi (Mulpernah mengatakan bahwa sejak Indonesia merdeka tahun 1945 dan bahkan sejak program-program Repelita dimulai tahun 1969/1970 tatkala pembangunan pendidikan mulai dilaksanakan dengan serius, baru 4-5 tahun terakhir ini (2005-2009) sejak reformasi bergulir tahun 1998 merupakan periode yang paling padat perubahan.
Beberapa perubahan yang mendominasi panggung pendidikan selama tahun-tahun tersebut, seperti Pendidikan Berbasis Luas, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Manajemen Berbasis Sekolah, Ujian Akhir Nasional (UAN) yang menggantikan EBTANAS, pembentukan Dewan Sekolah dan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota. Tahun 2003 bisa jadi merupakan salah satu tahun puncak perubahan tersebut dengan lahirnya UU No 20/Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, lalu diikuti dengan UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen, dan  berbagai perangkat peraturan pemerintah dan menteri yang memberi penjabaran lebih luas tentang berbagai perubahan-perubahan dimaksud. Belakangan mulai muncul label-label perubahan yang berseliweran tanpa terkendali; manajemen berbasis sekolah (school-based management), peningkatan mutu berbasis sekolah (school-based quality improvement), belajar berbasis komputer (learning-assisted computer).
Sepanjang tahun 2006 dan akhir 2009 ini, energi seluruh pihak yang berkecimpung dalam dunia pendidikan terkuras habis dalam menghadapi proyek nasional dalam skala besar yang melibatkan berbagai kepentingan; Sertifikasi Guru dalam berbagai varian dan bentuk. [6]Pertanyaan lebih lanjut, apakah perubahan-perubahan itu dapat dianggap sebagai tonggak bersejarah telah terjadi reformasi pendidikan (sekolah).  Dalam konteks itu semua, peran bimbingan dan konseling semakin eksis dan diakui secara eksplisit dalam arus besar perubahan dimaksud. Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah, yang dulunya lebih dikenal sebagai kegiatan Bimbingan dan Penyuluhan (BP), dewasa ini semakin penting dan strategis dalam mendukung pencapaian tujuan pendidikan yang holistik. Tujuan utama layanan BK di sekolah adalah memberikan dukungan pada pencapaian kematangan kepribadian, keterampilan sosial, kemampuan akademik, dan bermuara pada terbentuknya kematangan karir individual yang diharapkan dapat bermanfaat di masa yang akan datang.

B.     Pola-pola Bimbingan dan konseling
[7]Menurut hasil analisis Edward C. Glanz, (1964) dalam sejarah perkembangan pelayanan bimbingan di instusi pendidikan muncul empat pola dasar yang diberi nama sebagai berikut:
1.      Pola Generalis
Corak pendidikan dalam suatu instusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa, dan seluruh stap pendidik dapat menyumbang pada perkembangan keperibadian masing-masing siswa. Ujung pelayanan bimbingan dilihat sebagai program yang kontinyu  yang ditunjukkan kepada siswa. Pada akhirnya, bimbigan hanya dianggap perlupada saat tertentu saja.
2.      Pola Spesialis
Pelayanan bimbingandisuatu instansi pendidikan harus ditanganai oleh ahli-ahli bimbingan  yang masing-masing berkemampuan khusus dalam pelayanan bimbingan tertentu seperti testing psikologis, bimbingan karir, dan bimbingan konsling.
3.      Pola Kulikuler
Kegiatan bimbingan di instusi pendidikan diusulkan dimasukksn dslsm kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan.segi positif dari pola inilah hubungan langsung terlibat dalam seluk beluk pengajaran, segi negatif terletak dalam pemahaman diri dan perkembangan keperibadian tidakdapat diukur melalui suatu tes hasil belajar seperti terjadi di bidang-bidang studi akademik.
4.      Pola Relasi-relasi Manusia dan kesehatan Mental
Orang akan lebih bangga bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan oran lain. Segi positif dari pola ini ialah peningkatan kerjasama antara anggota-anggota staf pendidik di institusi pendidikan dan integrasi sosial diantara peserta didik dengan staf pendidik.  
C.     [8]Pola Umum bimbingan dan Konseling di Sekolah ( BK Pola 17)
1.      Seluruh kegiatan bimbingan dan konseling (BK) didasari satu pemahaman yang menyeluruh dan terpadu tentang wawasan dasar BK yang meliputi pengertian, tujuan, fungsi, prinsip, dan asas-asas.
2.      Kegiatan BK secara menyelurh meliputi empat bidang bimbingan, yaitu bimbingan pribadi,bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karir.
3.      Kegiatan BK dalam keempat bidang bimbingannya itu diselenggarakan melalui tujuh jenis layanan, yaitu layanan orientasi, informasi, penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok.
4.      Untuk mendukung jenis ketujuh layanan itu diselenggarakan lima jenis kegiatan pendukung, yaitu instrumentasi bimbingan dan konseling, himpunan data,  konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan kasus.
D.    Pola-pola Manajemen Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah
[9]Sekolah dan madrasah merupakan suatu lembaga sosial. Selain itu juga merupakan suatu unit kerja. Sebagai suatu unit kerja, sekolah dan madrasah dikelola atau diorganisasi menurut pola-pola atau kerangka hubungan struktural tertentu. Yang dimaksud pola manajemen pelayanan bimbingan dan konseling adalah kerangka hubungan struktural antara berbagai bidang atau berbagai kedudukan dalam pelayanan bimbingan konseling di sekolah dan madrasah. Kerangka hubungan tersbut digambarkan dalam suatu struktur organisasi pelayanan bimbingan dan konseling. Sekolah dan madrasah yang menganut pola profesional, akan berbeda struktur organisasinya daripada sekolah dan madrasah yang menganut pola nonprofesional, Yang di maksud pola profesional di sini adalah guru pembimbing di sekolah dan madrasah yang bersangkutan direkrut dari alumni BK baik Strata satu (S1), Strata Dua (S2), Strata Tiga (S3). Sedangkan pola nonprofesional biasanya menempatkan kepala sekolah atau madrasah, guru mata pelajaran tertentu, atau wali kelas sebagai petugas bimbingan.[10] Berbagai pola manajemen di sekolah dan madrasah
1.      Pada pola manajemen dimana kepala sekolah atau madrasah merangkap tugas selain sebagai kepala sekolah dan madrasah juga sebagai guru pembimbing atau sebagai petugas bimbingan utama di sekolah atau madrasah yang bersangkutan, dengan pola seperti itu berarti di sekolah dan madrasah yang bersangkutan tidak memiliki petugas bimbingan yang khusus. (pola nonprofesional)
2.      Pola yang tidak menempatkan kepala sekolah atau madrasah sebagai pembimbing utama. Menunjukkan bahwa sekolah atau madrasah tersebut juga belum memiliki petugas atau tenaga bimbingan khusus, karena pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan oleh wakil kepala sekolah urusan kesiswaan dan para wali kelas. Sehingga wakil kepala sekolah urusan kesiswaan dan para wali kelas memiliki tugas rangkap. (pola nonprofesional)
3.      Pola yang dilaksanakan oleh tenaga bimbingan khusus yang tidak merangkap tugas sebagai guru atau wali kelas. Ini menunjukkan bahwa sekolah atau madrasah tersebt sudah memiliki petugas atau tenaga bimbingan khusus dan tenaga penunjang. (pola profesional)
E.     Model-model Bimbingan Konseling Menurut Para Ahli
1.      Frank Parson menciptakan istilah Vocational Guidance yang menekankan ragam jabatan bimbingan dengan menganalisis diri sendiri, analisis terhadap bidang pekerjaan, serta memadukan keduanya dengan berfikir rasional dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
2.      Wiliam M.Proctol (1932), mengembangkan model bimbingan mengenalkan dua fungsi yaitu fungsi penyaluran dan fungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan kepada siswa dalam memilih program studi, aktivitas ekstrakulikuler, bentuk rekreasi,  jalur persiapan memegang sesuai dengan kemampuan, bakat,  minat dan cita-cita siswa.
F.      [11]Model-model Konseling
1.      Konseling keterampilan Hidup (life skill counseling)
Merupaka suatu model yang integratif untuk membantu klien agar mampu mengembangakan keterampila dirinya sendiri. Konseling ini dilakukan bertahap sesuai dengan tahapan perkembangan usia dengan kemampuan individu. Tujuan life skill:
a.       Mampu membantu dirinya sendiri
b.      Menjadi the skill person
2.      Model konseling Respectful
Kerangka kerja konseling ini menekankan tentang perlunya konselor menyadari bahwa perkembangan psikologis dipengaruhi oleh faktor-faktor multidimensi yaitu:
a.       Religius. (R)
b.      Latar belakang ras, budaya atau etnik. (E)
c.       Identitas seksual (S)
d.      Kematangan psikologis (P)
e.       Status sosial ekonomi (E)
f.       Tantangan kronologis (K)
g.      Ancaman (threat) terhadap individu (T)
h.      Sejarah keluarga (F)
i.        Kenikan karakteristik fisik (U)
j.        Lokasi tempat tinggal (L)



G.    [12]Model-model Pembelajaran Berbasis Bimbingan dan Konseling
Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara gaya belajar mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model pembelajaran.
1.      Koperatif (Coperativ Learning)
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai mahluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas dan rasa senasib. Disini siswa dibiasakan untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Serta belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing. Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok. Agar kelompok kompak-partisipatif tiap kelmpok terdiri dari 4-5 orang, siswa heterogen, ada kontrol dan fasilitas dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentase.
2.      Kontektual (contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontektual adalah pembelajaran yang dimulai dengan tanya jawab lisan yang terkait dengan dunia nyata siswa sehingga akan terasa mamfaat dari materi yang akan disajikan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa konkret, dan suasana menjadi kondusif dan menyenangkan. Prinsif pembelajaran kontektualadalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat dan mengembangkan kemampuan sosialisasi.
3.      Pembelajaran Langsung (direc Learning)
Pengetahan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada keterampilan dasar aan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Menyiapkan siswa sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah.
4.      Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)
Kehidupan idenik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah yang otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berfikir tngakat tinggi. Kondisi yang harus tetap dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangakan agar siswa dapat berfikir optimal.
5.      Problem Solving
Dalam ha ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah cara mencari atau menemukan penyelesaian. Siswa berkelompok atau individual mengidentivikasi pola atau aturan yang disajikan, siswa mengidentifikasi, mengeksploitasi, mengintesvigasi, menduaga dan akhirnya menemukan solusi.
6.      Problem Posing
Problem posing yaitu pemecahan masalah dengan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembalimasalah menjadi bagian-bagianyang lebih simple sehingaga dipahami. Cara belajarnya adalah pemahaan, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi tulisan-hitungan, cari alternativ, menyusun soal pertanyaan.
7.      Problem Terbuka (Oven Ended)
Pembelajaran dengan probelm terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara dan soslusinya jaga berbagai macam. Siswa dituntut untuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selain itu siswa juga diminta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Dengan demikian model pembelajaran ini lebih mementingakna proses daripada produk yang akan membentuk pola pikir, keterpuasan, dan ragam berpikir.


8.      Probing-prompting
Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berfikir yang mengaitkan pengetahuan setiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahan baru yang sedang dipelajari. Dengan modael pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran, setiap saat ia bisa terlibat dalam tanya jawab, kemungkinan akan terjadi suasana tegang namun bisa dibiasakan. Untuk mengurangi kondisi tersebut guru hendaknya merangkaikan pertanyaan disertai dengan wajah ramah, dan daengan nada yang lembut.












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pemahaman tentang bimbingan dan konseling sebagai suatu sistem dan kerangka kerja kelembagaan tidak dapat dilepaskan dari pandangan umum bahwa layanan BK merupakan bagian integral dari sistem pendidikan. Di Amerika Serikat, latar kelahiran BK di awal abad 20 bermula dari keprihatinan yang mendalam dari  kalangan dunia pendidikan terhadap carut-marutnya perkembangan kepribadian generasi muda terutama kalangan pelajar di sekolah yang terkena dampak gelombang besar industrialisasi di kota-kota besar; jumlah siswa drop-out meningkat (kaum muda lebih memilih bekerja ketimbang sekolah, sementara keterampilan kerja tidak memadai), pergeseran nilai dalam keluarga dan masyarakat, urbanisasi besar-besaran dari desa ke kota, dan problem-problem sosial yang lain. Gerakan bimbingan yang muncul di AS dalam bentuk bimbingan pekerjaan (vocational guidance) tersebut membawa pengaruh besar terhadap banyak negara lainnya, seperti Filipina, Malaysia, India, dan tidak terkecuali Indonesia.  Gunawan menjelaskan bahwa pada periode awal kemerdekaan masalah bimbingan pekerjaan baru diperhatikan oleh jawatan yang mengurus masalah tenaga kerja. Pola-pola Bimbingan dan konsling
Menurut hasil analisis Edward C. Glanz, (1964) dalam sejarah perkembangan pelayanan bimbingan di instusi pendidikan muncul empat pola dasar yang diberi nama sebagai berikut:
1.      Pola Generalis
Corak pendidikan dalam suatu instusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa, dan seluruh stap pendidik dapat menyumbang pada perkembangan keperibadian masing-masing siswa. Pada akhirnya, bimbigan hanya dianggap perlu pada saat tertentu saja.


2.      Pola Spesialis
Pelayanan bimbingan disuatu instansi pendidikan harus ditanganai oleh ahli-ahli bimbingan  yang masing-masing berkemampuan khusus dalam pelayanan bimbingan tertentu seperti testing psikologis, bimbingan karir, dan bimbingan konsling.
3.      Pola Kulikuler
Kegiatan bimbingan di instusi pendidikan diusulkan dimasukkan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan. Segi positif dari pola inilah hubungan langsung terlibat dalam seluk beluk pengajaran, segi negatif terletak dalam pemahaman diri dan perkembangan keperibadian tidakdapat diukur melalui suatu tes hasil belajar seperti terjadi di bidang-bidang studi akademik.
4.      Pola Relasi-relasi Manusia dan kesehatan Mental
Orang akan lebih bangga bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan oran lain. Segi positif dari pola ini ialah peningkatan kerjasama antara anggota-anggota staf pendidik di institusi pendidikan dan integrasi sosial diantara peserta didik dengan staf pendidik.  
Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara gaya belajar mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model pembelajaran.
1.      Koperatif (Coperativ Learning)
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai mahluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas dan rasa senasib. Disini siswa dibiasakan untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Serta belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.

2.      Kontektual (contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontektual adalah pembelajaran yang dimulai dengan tanya jawab lisan yang terkait dengan dunia nyata siswa sehingga akan terasa mamfaat dari materi yang akan disajikan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa konkret, dan suasana menjadi kondusif dan menyenangkan.
3.      Pembelajaran Langsung (direc Learning)
Pengetahan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada keterampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Menyiapkan siswa sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah.
4.      Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)
Kehidupan identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah yang otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berfikir tngakat tinggi.
5.      Problem Solving
Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah cara mencari atau menemukan penyelesaian. Siswa berkelompok atau individual mengidentivikasi pola atau aturan yang disajikan, siswa mengidentifikasi, mengeksploitasi, mengintesvigasi, menduaga dan akhirnya menemukan solusi.
6.      Problem Posing
Problem posing yaitu pemecahan masalah dengan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingaga dipahami.
7.      Problem Terbuka (Oven Ended)
Pembelajaran dengan probelm terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara dan solusinya jaga berbagai macam. Siswa dituntut untuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam.
8.      Probing-prompting
Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berfikir yang mengaitkan pengetahuan setiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahan baru yang sedang dipelajari.




















Daftar Pustaka
Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: PT Raja Grafindo, 2011.
Prayitno. panduan kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta), 2001.
Mihwanudin. Model Bimbingan dan Konseling. http//www.wordpress.com, diakses tanggal 7 November 2013, pukul 10.12 WITA.
Fathur Rahman. Modul Ajar Pengembangan dan Evaluasi Program BK.
Fingeredia. Model-model pembelajaran BK.  http//www.wordpress.com, diakses
tanggal 27 Januari 2010,  pukul 10.12 WITA.
Listiono Budi, “ Pola-pola Bimbingan dan Konseling dalam Sejarah ”, http//www.blogspot.com, diakses  tanggal 4 februari 2011 pukul 09.24 WITA.







[1] Fathur Rahman. Modul Ajar Pengembangan dan Evaluasi Program BK. h. 1
[2]Ibid,  h. 4
[3] Ibid, h. 5.
[4] Ibid, h. 6
[5] Ibid, h. 7.
[6] Ibid, h. 8
[7] Listiono Budi, “ Pola-pola Bimbingan dan Konseling dalam Sejarah ”, dalam http//www.blogspot.com, diambil tanggal 7 November 2013 pukul 09.24 WITA.
[8] Prayitno. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan  Konseling di Sekolah. (Jakarta: RINEKA CIPTA, 2001), h. 66.
[9] Tohirin. Bimbingan dan Konseling  d i Sekolah dan Madrasah (BERBASIS INTEGRASI). ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h.277
[10] Ibid, h. 278
[11] Mihwanudin. “Model bimbingan dan konseling”, dalam http// www.wordpress.com, diambil tanggal 7 Novembe 2013  pukul 10.12 WITA.
[12] Fingeredia, “ Model-model pembelajaran BK ”, dalam http//www.wordpress.com, diambil tanggal 7 November 2013 pukul 10.12 WITA.