animasi blog
Animasi Blog

baground

Rabu, 28 Februari 2018

MAKALAH : Merancang Pengalaman Belajar untuk Pembelajaran Efektif Pada Matematika Tingkat Menengah


Designing Learning Experiences for Effective Instruction
in Secondary Mathematics



Dalam revisi kurikulum matematika menengah Singapura baru-baru ini, pengalaman belajar telah diidentifikasi sebagai salah satu penekanan baru di kurikulum matematika. Ini adalah pesan untuk guru matematika tentang bagaimana siswa belajar matematika setidaknya sama pentingnya dengan apa yang siswa pelajari dalam kurikulum, jika tidak lebih penting. Ini adalah tujuan dari kurikulum matematika Singapura yang "prosesnya [misal: kognitif dan keterampilan metakognitif] dipelajari melalui pengalaman belajar yang dibangun dengan hati-hati. "(Kementerian Pendidikan, 2012). Meskipun selalu diakui oleh para guru, pendidik dan peneliti di Singapura bahwa baik proses dan produk sama pentingnya dalam pendidikan, penekanan pada proses pembelajaran sekarang dilakukan dalam dokumen silabus resmi. Pernyataan ini tentang pengalaman belajar, yang sekarang dinyatakan dalam bentuk "siswa harus memiliki kesempatan untuk ...", berfungsi untuk mengingatkan para guru tentang sifat siswa-sentris dari pengalaman ini (Kementerian Pendidikan, 2012). Contoh pengalaman belajar seperti itu yang terkait dengan setiap topik dalam silabus dijelaskan dengan jelas dalam dokumen silabus yang baru. Contoh yang diberikan dalam dokumen silabus dimaksudkan agar guru dapat menerapkannya di kelas matematika. Beberapa contoh ini tidak cukup. Guru harus dapat merancang kegiatan pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan pembelajaran siswa mereka. Bab ini menyarankan prinsip-prinsip memilih pengalaman belajar dan pengorganisasian pengalaman belajar yang tepat. Ini adalah dua hal penting yang harus diketahui guru, berdasarkan model Tyler.

selegkapnya bisa di Download Disini

Minggu, 25 Februari 2018

PUISI MATEMATIKA :Kita adalah dua fungsi yang berbeda : KELAS Q




Kita adalah Dua Fungsi yang berbeda

aku atau kamu yang jadi Domain atau Kodomainnya

bukan suatu persoalan

karena Range dari Relasi yang kita jalin adalah PERSAHABATAN

kita sudah terhimpun dalam himpunan yang sama

yaitu himpunan kelas A pascaSarjana UM


Sabtu, 17 Februari 2018

PUISI MATEMATIKA : kau kombinasi dalam kombinatorik istiharah ku




kau sampel terindah dalam populasi hidup ku,
kau semesta dalam bahagia ku,
kau solusi dari penyelesaian masalah hidup ku,
tak bisa ku diferensialkan lagi perasaan ku karena pangkat tertingginya adalah kamu,
ku harap kita berada dalam Geometri Analitik Bidang yang akan menyatu dalam dua dimensi kehidupan(dunia,akhirat) dengan dua variabel yaitu aku dan kamu
ahh,,, ku rasa kau kombinasi dalam kombinatorik istiharah ku dan bagi ku, kau adalah 2 dalam prima hati ku, dan hadir mu memperjelas sketsa grafik hidup ku

Jumat, 16 Februari 2018

MAKALAH Transformasi Linear, Perubahan Basis Dan Similiritas

Bagian ini akan di jelaskan tentang Transformasi Linear, Perubahan Basis Dan Similiritas.
1. Transformasi Linear
        Jika T: V 𝑇:𝑉→𝑊 adalah sebuah fungsi dari ruang vektor 𝑉 ke dalam ruang vektor 𝑊 , maka 𝑇 dinamakan linear transformation dari 𝑉 ke 𝑊 , maka untuk semua vektor u dan v dalam 𝑉 dan semua skalar c,
2. Perubahan Basis
       Dalam aplikasi, biasanya bekerja dengan lebih dari satu sistem koordinat, dan dalam kasus seperti itu, biasanya diperlukan untuk mengetahui hubungan antara koordinat titik atau vektor tetap di berbagai sistem koordinat. Karena basis adalah generalisasi ruang vektor dari sistem koordinat, kita dituntun untuk mempertimbangkan masalah berikut.
3. similiritas
      Jika A dan B adalah matriks bujursangkar, kita katakan bahwa B mirip dengan A jika ada
matriks P yang dapat dibalik sedemikian B = p1 AP

untuk penjelasan selanjutnya dapat di Download disini

Selamat Belajar, dan semoga Berkah -_-

Contoh Rasional Penelitian.

ketika kita ingin membuat proposal penelitian, saya sarankan terlebih dahulu kita membuat kerangka dan Rasional penelitian yang ingin kita teliti nantinya yaitu dengan mengklasifikasikan variabel-variabel apa yang akan menjadi variabel dalam penelitian kita. misalnya variabel dependentnya apa??? dan variabel independentnya apa ??? nahhh... setelah kita menentukan variabel-variabel tersebut, kita bisa mencari dan mengkaji jurnal terkait dengan variabel-varibel tersebut. agar penelitian kita bisa dikatakan waoowww atau tidak meragukan, banyakin saja artikel internasionalnya karena dengan begitu inshaAllah penelitian kita tidak diragukan.
naahhh... yang pertama kita lakukan adalah memetakan variabel-variabel tersebut kedalam kerangka penelitian kita yaitu melalui Rasioanal penelitian. setelah kita membuat Rasioanal penelitian, maka akan meemudahkan kita dalam menyusun Latar Belakang dan kajian teorinya. contoh rasional penelitiannya dapat di Download disini.


selamat mencoba, semoga Allah memberi kemudahan -_-

PENGUMPULAN DATA KUANTITATIF (creswell)

Salah satu komponen penting dalam penelitian adalah proses peneliti dalam
pengumpulan data. Secara sederhana pengumpulan data dapat diartikan sebagai
proses atau kegiatan yang dilakukan oleh peneliti untuk mengungkapkan berbagai
fenomena, informasi atau kondisi lokasi penelitian sesuai dengan ruang lingkup
penelitian. Kesalahan yang dilakukan dalam melaksanakan pengumpulan data dalam
suatu penelitian, akan berakibat langsung terhadap proses dan hasil suatu penelitian.
Selain itu hasil dan kesimpulan yang didapat menjadi tidak teratur apabila
pengumpulan data yang dilakukan tidak benar.
Setiap penelitian memiliki proses pengumpulan data yang berbeda, berrgantung
pada jenis penelitian yang dibuat oleh peneliti. Pengumpulan data kualitatif berbeda
dengan pengumpulan data kuantitatif. Pengumpulan data statistik juga berbeda
dengan pengumpulan data analisis, sehingga pengumpulan data penelitian tidak
dilakukan secara sembarangan.
Pengumpulan data kuantitatif secara khusus dapat dimaknai sebagai kegiatan
peneliti dalam upaya mengumpulkan sejumlah data lapangan yang diperlukan untuk
menguji hipotesis. Langkah pengumpulan data merupakan satu tahap yang sangat
menentukan terhadap proses dan hasil penelitian yang akan dilaksanakan. Tujuan dari
kegiatan pengumpulan data adalah mendapatkan data yang valid, sehingga hasil dan
kesimpulan tidak diragukan kebenarannya. selengkapnya bisa di download disini

Kamis, 15 Februari 2018

POKOK PIKIRAN TENTANG: MASTERY LEARNING, MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG DAN GAYA BELAJAR


POKOK PIKIRAN TENTANG: MASTERY LEARNING, MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG DAN GAYA BELAJAR

Makalah
Untuk Memenuhi Matakuliah
Landasan Pendidikan Dan Pembelajaran
Dosen Pengampu Dr. Edy Bambang Irawan, M.Pd


oleh:
ARFIN RENDIKA    (170311861510)
NURSIDRATI           (170311861597)
















UNIVESITAS NEGERI MALANG
PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
OKTOBER 2017
Kata Pengantar

Assalamu’alikumWr. Wb
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, karunia serta hidayahnya kepada kita semua sehingga kita dapat melakukan aktivitas dengan baik, sehat wal‘afiat khususnya kepada penulis sehingga “Makalah Landasan Pendidikan & Pembelajaran” ini dapat diselesaikan dengan baik. Tak lupa juga kita sampaikan salam dan shalawat kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Saw yang telah mengeluarkan kita dari alam kegelapan menuju ke alam yang terang benderang seperti yang kita rasakan saat ini, sehingga berkat perjuangan beliau itu kita dapat menghirup udara segar dengan penuh nikmat yang tak akan mampu kita hitung.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Sebagaimana kata pepatah mengatakan bahwa “Tak Ada Gading  yang Tak Retak”, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian selanjutnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya, Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb


Malang, 19 Oktober 2017

Penulis


Daftar Isi
Cover.........................................................................................................................
Kata Pengantar.......................................................................................................... 1
Daftar Isi.................................................................................................................... 2
BAB I : PENDAHULUAN...................................................................................... 3
A.    Latar belakang............................................................................................... 3
B.     Topik Bahasan............................................................................................... 3
BAB II: PEMBAHASAN........................................................................................ 4
A.    Belajar tuntas (Mastery Learning)................................................................. 4
B.     Individualy Persribe Intruction (IPI).............................................................. 5
C.      Pembelajaran langsung (Direct Intruction).................................................... 8
D.    Gaya belajar (Style Learning)......................................................................... 10
E.     Asumsi-Asumsi Lingkungan Belajar............................................................. 14
BAB III: PENUTUP................................................................................................. 20
A.    Kesimpulan.................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang kompleks menuntut penanganan untuk meningkatkan kualitasnya, baik yang bersifat menyeluruh maupun pada beberapa komponen tertentu saja. Gerakan-gerakan baru dalam pendidikan pada umumnya termasuk yang kedua yakni upaya peningkatan mutu pendidikan hanya dalam beberapa komponen saja. Meskipun demikian, sebagai suatu sistem, penanganan satu atau beberapa komponen itu akan mempengaruhi pula komponen lainnya. Beberapa dari gerakan-gerakan baru tersebut memusatkan diri pada perbaikan dan peningkatan kualitas kegiatan belajar mengajar pada sistem persekolahan, seperti cara guru mengajar dan cara murid belajar.
Guru memang suatu profesi yang unik. Pendekatannya harus dipandang secara individual dan kelembagaan. Secara individual, seorang guru harus mempunyai jiwa pengabdian yang tinggi. Lalu jiwa pengabdian yang tinggi ini ditunjang oleh keinginan yang kuat untuk selalu memberikan dan melayani sebaik mungkin kepada anak didik. Maka dari itu, guru juga harus selalu belajar, baik untuk ilmu pengetahuan dan keterampilan pengajaran, maupun belajar memahami aspek psikologis kemanusiaan. Seorang guru juga harus mampu memahami bagaimana cara murid belajar. Jika guru telah mampu menguasai teknik yang dapat meningkatkan semangat dan keaktifan anak didiknya dalam belajar, maka dunia pendidikan akan semakin dewasa dan profesional.
B.     Topik Bahasan
1.      Belajar tuntas (Mastery Learning)
2.      Individualy Persribe Intruction (IPI)
3.       Pembelajaran langsung (Direct Intruction)
4.      Gaya belajar (Style Learning)
5.      Asumsi-Asumsi Lingkungan Belajar


BAB II
PEMBAHASAN


A.     Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas merupakan sebuah kerangka berpikir dalam merencanakan rangkaian pembelajaran yang diformulasikan oleh John B. Carrol (1971) dan Benjamin Bloom (1971). Belajar tuntas yang diberikan dengan cara menarik dan lengkap akan memungkinkan siswa mencapai tingkat penguasaan yang memuaskan dalam pelajaran di sekolah. Karya mutahir telah mempertajam ide dan teknologi pembelajaran kontemporer dimana mastery learning dapat dilaksanakan.
Belajar tuntas (Mastery learning) merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dengan sistematis dan terstruktur, bertujuan untuk mengadaptasikan pembelajaran pada siswa kelompok besar (pengajaran klasikal), membantu mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat pada siswa, dan berguna untuk menciptakan kecepatan belajar (rate of program). Belajar tuntas diharapkan mampu mengatasi kelemahan-kelemahan yang melekat pada pembelajaran klasikal.
1.      Sebuah Konsep Tentang Bakat
Dasar teoritis ide mastery learning didasarkan pada perspektif John Carrols’ tentang pengertian aptitude (bakat). Secara tradisional bakat dipandang sebagai sebuah karakteristik yang berhubungan dengan prestasi belajar seorang siswa (semakin besar bakat yang dimiliki, semakin memungkinkan ia untuk belajar), akan tetapi menurut Carrol aptitude dipandang sebagai sejumlah waktu (amaunt of time) yang harus diambil untuk belajar sesuatu bahan yang diberikan, dari pada sebagai kapasitas untuk mengusai pelajaran Menurut Carrol siswa yang memiliki bakat rendah dalam mempelajari pelajaran tertentu akan memerlukan waktu lebih banyak untuk menguasai pelajaran dibandingkan dengan siswa yang memiliki aptitude lebih tinggi.
Bloom mentrasformasikan ketentuan ini ke dalam satu sistem dengan karakter sebagai berikut:
a.       Penguasaan pelajaran, didefinisikan sebagai seperangkat pencapaian tujuan pengajaran di sekolah.
b.      Materi pelajaran dipecah dalam unit-unit kecil dan setiap unit itu disertai dengan tujuan khusus yang harus dicapai sebagai bagian dari keseluruhan
c.       Menentukan materi pelajaran dan memilih strategi mengajar.
d.      Tiap unit diikuti dengan test diagnostik untuk mengukur kemajuan siswa (evaluasi formatif) dan mengidentifikasi masalah yang dihadapi setiap siswa. Melakukan umpan balik terhadap siswa, serta memberikan penguatan
e.       Data yang diperoleh dari tes yang dilakukan tadi digunakan untuk memberikan pembelajaran tambahan pada siswa dalam membantu mengatasi masalah-masalahnya (Bloom, 1971, pp. 47-63)
Jika pengajaran disusun dengan cara ini, Bloom percaya, waktu belajar bisa disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Siswa yang kurang cerdas bisa diberikan lebih banyak waktu dan umpan balik dalam keseluruhan proses pembelajaran, kemajuan dapat dimonitor dengan bantuan test.
B.     Rencana Pembelajaran Secara Individual (Individually Prescribe Instruction)
Bloom, Block, dan pengamat (advosasi) lain percaya bahwa cara belajar seperti ini dapat dilakukan secara sederhana dengan memodifikasi prosedur pengajaran kelompok, dimana siswa memiliki banyak waktu dan akan mampu menerima pengajaran secara individual sesuai dari hasil evaluasi formatif (Carrol, 1997. pp. 37-41).
1.      Langkah-Langkah Di Dalam Program (Steps In The Program)
IPI mengilustrasikan modular kurikulum (kurikulum dengan menggunakan modul) dengan sistem aplikasi analisis prosedur terhadap materi pengembangan kurikulum.langkah-langkahnya adalah :
1)      Asumsi pada proses belajar dan hubungannya dengan lingkungan belajar dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Satu hal yang nyata perbedaan diantara siswa adalah jumlah waktu belajar yang dilgunakan untuk menguasai pengajaran yang diberikan.
b.      Satu aspek penting lainnya adalah perbedaan individu, sangat berguna untuk menyusun kondisi dimana setiap siswa mampu belajar dan mengikuti paket-paket pengajaran serta langkah-langkahnya dalam melaksanakan sejumlah praktek yang dibutuhkan.
c.       Jika sekolah mempunyai tipe materi pelajaran yang dirasa cocok untuk murid (sekolah dasar), bisa dilaksanakan melalui tutorial yang sedapat mungkin menekankan untuk belajar mandiri, minimum belajar dari pengajaran guru langsung.
d.      Dalam belajar melalui pengajaran unit, seorang siswa tidak diharuskan belajar pada unit baru sampai dia menguasai satu tingkat derajat minimum penguasaan bahan pengajaran di dalam satu unit sebagai prerequisit (prasyarat)
e.       Siswa diberi peluang dan didorong untuk maju dengan kecepatan individual, hal ini penting, baik bagi guru maupun siswa bahwa program yang disediakan dalam mengevaluasi kemajauaan siswa dapat dijadikan dasar dalam pengembangan rencana pembelajaran individual berikutnya.
f.       Guru yang terlatih secara profesional akan sangat produktif ketika mereka melakukan tugas-tugas seperti pembelajaran individual atau pembelajaran dalam kelompok kecil, mendiagnosa kebutuhan siswa dan merencanakan program pembelajaran, dari pada melakukan tugas-tugas administrasi seperti; melakukan pencatatan, sekliring tes dsb. Efisiensi dan ekonomisnya program sekolah dapat ditunjang dengan mengembangkan bantuan administrasi.
g.      Tiap siswa diasumsikan lebih bertanggung jawab dalam merencanakan dan melaksanakan program pembelajarannya sendiri dari pada diatur di dalam kelas.
h.      Belajar dapat ditingkatkan, jika siswa diberi peluang untuk saling membantu satu sama lain (Lindvall and Bolvin, 1996, pp. 3-4)
2)      Menganalisa model performence ke dalam satu set tujuan behavioral yang diorganisasikan secara berurutan. Para penyusun IPI yakin bahwa hal-hal yang berurutan ini merupakan hal yang sangat mendasar dimana karakteristiknya adalah sbb:
a.       Setiap tujuan pengajaran harus menjelaskan apa yang seharusnya dapat dilakukan oleh siswa yang menunjukkan tingkat penguasaan/ keterampilan dari bahan yang diberikan.
b.      Tujuan Pengajaran harus dikelompokkan ke dalam materi yang bermakna
c.       Di dalam setiap area /kelompok tadi, tujuan pembelajaran harus diurut dalam urutan tertentu yang akan membangun urutan prerequisit (prasyarat)
d.      Di dalam setiap urutan tujuan pada setiap area., tujuan harus dikelompokan ke dalam unit-unit yang bermakna. Setiap unit dirancang dalam pelaksanaan-nya, sehingga menggambarkan perbedaan setiap level dan bisa memberikan hasil yang berarti
3)      Mengembangkan materi pelajaran untuk mencapai setiap tujuan. Hampir semua bahan pelajaran dapat dicari sendiri oleh siswa dengan sedikit bantuan guru : Melalui, lembar kerja (LKS), buku kerja individu, atau buku kerja kelompok. Selain itu pengajaran self intruction, program yang diciptakan oleh guru bisa juga menawarkan pengajaran untuk kelompok kecil atau kelompok besar dan individual. Contohnya, Jika beberapa siswa mendapatkan kesulitan untuk mencapai tujuan tertentu, guru dapat membawa` mereka kedalam kelompok kecil . Di dalam program matematik ada pendapat bahwa tidak semua murid dapat belajar dengan pendekatan yang sama. Beberapa siswa mungkin membutuhkan beberapa latihan dalam menggunakan konsep, sementara yang lain dapat belajar konsep lebih efektif dengan diberikan contoh dimana mereka harus memutuskan mana contoh yang menjelaskan konsep mana yang bukan.
4)      Menyatukan komponen-komponen sistem (siswa-guru-bahan). Fakta yang ditemukan adalah kemampuan yang dimiliki setiap siswa berbeda dalam tiap area seperti membaca, aritmetika, dan ilmu pengetahuan. Sebagai contoh dalam aritmetika misalnya; urutan bahan telah dikembangkan pada tiap-tiap topik, seperti pembilang, pengukuran, penjumlahan, dan pengurangan. Karena begitu banyanya topik yang dipakai, dan karena topik-topik itu perlu diketahui dari mana anak harus memulia mengerjakannya. Perlu beberapa hari dilakukan diaognosis tentang kemampuan murid-murid Dengan berdasar pada diagnosa ini sebuah “perencanaan pembelajaran ” dikembangkan untuk setiap siswa dalam setiap pelajaran. Perencanaan pembelajaran ini bahan-bahan itu diurut dari mana siswa dapat memuliannya, program ini mungkin direncanakan untuk satu/atau beberapa hari tergantung kemampuan siswa dan kesulitan dari setiap Unit. Evaluasi dan umpan balik, dilakukan secara terus menerus dalam penerapan. Ini sebetulnya berlawanan dengan beberapa program pengajaran yang terfokus pada periode-periode ujian yang seakan terpisah dari aktivitas kurikulum.
Untuk menelusuri kemajuan siswa dan menelaah fungsi sistem pembelajaran. Sebagaimana juga dalam sebuah bisnis, guru adalah manajer yang bertanggung jawab untuk menggerakkan sistem dan menyesuaikannya terhadap kebutuhan individu. Peran guru dalam IPI merupakan perangkat penting. Guru dapat bertindak sebagai:
1)     seorang yang dapat mendiagnosis (analisa IPI yang digunakan, mendiagnosa data setiap siswa, yang bertujuan untuk menyusun satu program yang sesuai dengan kebutuhan belajar individu),
2)     sebagai selektor /memilih (bahan-sumber daya manusia-sumber daya material yang disediakan untuk pelaksanaan (IPI)
3)     sebagai tutor (membangun pengalaman belajar yang tepat dan bermakna yang dapat mengarahkan siswa menjadi lebih mandiri dan tanggung jawab di dalam situasi belajar IPI) (Scanlon and Brown,1969, p.1)
IPI menjadi berbeda dengan apa yang disebut dengan self contained dimana guru kelas bekerja dengan kelompok anak-anak, guru bertemu dengan anak dimana ia mempunyai tanggung jawab secara penuh (guru lebih mendomi-nasi)
C.    Pembelajaran Langsung (Direct Intruction)
Pembelajaran langsung merupakan suatu model pembelajaran yang terdiri dari penjelasan guru mengenai konsep atau keterampilan baru terhadap siswa. Pembelajaran langsung (Direct instruction) mempunyai dasar teori yang berasal dari rumpun teori behavioral, Khususnya di dalam pelatihan para ahli psikologis yang beraliran behavioral. kontribusi utama dari direct learning terhadap situasi belajar adalah apa yang disebut dengan analisis tugas dan definisi tugas (tugas yang rinci) . Prinsip rancangan pembelajaran fokus pada mengkonsepkan kemampuan siswa dalam belajar dalam tujuan-tujuan dan tugas-tugas yang di pecah-pecah berdasarkan komponen tugas yang lebih kecil, Kegiatan belajar ditujukan untuk menguasai setiap sub komponen (komponen kecil) dimana akhirnya menyusun atau mengembangkan situasi belajar secara berurutan yang dapat menjamin penyampaian bahan pelajaran secara tepat dari satu komponen ke komponen lain, dimana komponen yang satu menjadi pre-requisite untuk mencapai komponen lain yang lebih tinggi.
1.      Tujuan Dan Asumsi
Tujuan utama dari pemeblajaran langsung adalah memaksimalkan waktu belajar siswa. Oleh karena itu pembelajaran langsung dirancang untuk menciptakan lingkungan belajar yang terstruktur, lingkungan belajar yang berorienrtasi akademik, dimana para siswa secara aktif terlibat pada tugas pada saat pembelajaran dan mengalami tingkat kesuksesan yang tinggi, minimal 80 % tingkat penguasaan dari tugas yang diberikan pada mereka. Waktu yang digunakan oleh siswa disebut dengan Akademic Learning Time (ALT) yang harus dimaksimalkan. Pada kesimpulannya, lingkungan belajar yang bersifat langsung sangat kuat fokusnya terhadap belajar dan siswa sangat melekat terhadap tugas-tugas akademik. Presentase yang besar dalam penggunaan waktu akan menghasilkan keberhasilan yang tinggi, suasana sosial bersifat positif dan terbebas dari efek negatif.
2.      Lingkungan Belajar Dalam Pembelajaran Langsung
Ciri utama direct intruction yang paling nyata adalah :
a.       fokus pada akademik artinya menempatkan seseorang pada prioritas yang tinggi pada tugas-tugas akademik. selama pembelajaran kegiatan akedemik sangat ditekankan.
b.      Harapan yang tinggi terhadap kemajuan siswa adalah harapan yang tinggi terhadap siswa berkenanaan dengan kemajuan akademuk, tuntutan terhadap kemampuan akademik yang tinggi dan kemajuan akjademik. Guru menghara pkan lebih banyak dari siswa tentang kuantitas dan kuantitas apa yang dikerjakan siswa
3.      Model Mengajar
Model pembelajaran langsung terdiri dari 5 fase kegiatan yaitu :
a.       Orientasi yaitu pada fase ini Ada 3 langkah penting yaitu :
1)      Guru menjelaskan tujuan pelajaran dan tingkat pencapaian yang harus dicapai
2)      Guru menggambarkan isi pelajaran dan menghubungkannya dengan pengalaman sebelumnya
3)      Guru mendiskusikan prosedur dari pelajaran.
b.      Presentasi
Pada pase ini guru menerangkan konsep-konseop baru dengan disertai demonstrasi dan contoh, Bagian lain dari fase ini adalah melakukan pengecekan dimana siswa-siswa telah memahami informasi baru sebelum dipraktekan lebih lanjut dalam fase praktek berikutnya.
c.       Praktek terstruktur
Pada fase ini guru mengarahkana anak melalui contoh praktek. Siswa-siswa berlatih di dalam kelompok untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan. Peran guru pada fase ini memberi unpan balik terhadap respon siswa, memberi penguatan terhadap respon yang tepat dan mengoreksi kesalahan
d.      Praktek terbimbing
Pada fase in,i siswa diberi kesempatan untik berlatih dengan caranya sendiri, sementara guru tetap ada dilingkungan anak Praktek terbimbing memungkinkan guru membantu kemampuan anak memperlihatkan tugas-tugas belajarnya dengan mengasesmen jumlah dan tipe kesalahan yang dibuat anak. Peran guru pada fase ini adalah memonitor pekerjaan siswa di dalam memberikan unpan balik yang korektif jika diperlukan.
e.       Praktek mandiri
Fase terakhir dari model pembelajaran langsung . fase ini dimulai ketika siswa telah mencapai ketepatan 85-90 % pada praktek terbimbing. Tujuan praktek mandiri adalah memperkuat belajar yang baru untuk menjamin retention dan mengembangkan kelancaran. Pada praktek mandiri siswa berlatih menurut caranya sendiri tanpa bantuan. Peran guru pada fase ini meyakinkan bahwa praktek mandiri berjalan mereview dengan segera setelah anak melengkapinya, melakukan asesmen Apakah tingkat akurasi yang dicapai siswa sudah mantap dan memberikan unpan balik korektif kepada yang memerlukannya. Praktek ini dapat dilakukan dalam waktu singkat dengan frekuensi yang lebih jarang, tetapi tidak boleh hanya dilakukan satu kali. Seperti dijelaskan sebelumnya diperlukan paling tidak 5-6 kali praktek atau lebih.
D. Gaya Belajar (Learning Styles)
Gaya belajar merupakan hal penting dalam pendidikan. Setiap individu memiliki perbeda dan keunikan masing-masing dalam kepribadiannya. Sebagai guru kita perlu mendesain pembelajaran sedemikian rupa, sehingga kita dapat memanfaatkan karakteristik siswa untuk membantu mereka dalam meningkatkan kemampuan dan pertumbuhan mereka. Sehubungan dengan model pengajaran, kita bisa mulai dengan menghindari dua kesalahan. Yang pertama adalah mengasumsikan bahwa model pengajaran itu tetap, formula untuk mengajar tidak fleksibel, yang salah dilakukan secara ketat untuk mendapatkan hasil yang baik. Kedua, mengasumsikan bahwa setiap pelajar memiliki gaya belajar yang tetap yang tidak mungkin untuk berubah atau tumbuh. Kedua kesalah tersebut membuat kita bingung, jika metode mengajar yang tidak sesuai dengan tingkah laku peserta didik, hal itu bisa menyebabkan terjadinya kesalahan yang fatal.
1.      Ketidaknyamanan Dan Belajar
Rogers (1956) menekankan bahwa kecenderungan alami kita sebagai peserta didik adalah membatasi diri kita ke ranah dimana kita sudah merasa aman. Tugas utama konselor / guru adalah membantu pembelajar menjangkau domain-domain yang diselimuti ketakutan. Untuk tumbuh, peserta didik harus mengakui ketidaknyamanan dan tentukan tugas untuk membantu memecahkan hambatan prestasi. Tugas pendidik tidak hanya untuk melepaskan ikatan lingkungan yang menyempitkan peserta didik namun untuk membantu mereka menjadi pencari aktif setelah perkembangan baru. Aktualisasi diri, seperti yang dijelaskan oleh Maslow (1962), adalah keadaan yang tidak hanya memungkinkan orang untuk melakukan usaha dan mengambil risiko, tetapi juga untuk mengatasi ketidaknyamanan yang tak terelakkan dirasakan saat mencoba menggunakan keterampilan yang tidak biasa. konstruksi Maslow berlaku untuk orang dewasa maupun anak-anak.
Peran ketidaknyamanan dan kemampuan mengelolanya secara produktif muncul
dalam kedok yang berbeda saat kita mempertimbangkan teori panggung perkembangan (lihat Erikson, 1950; Harvey, Hunt, dan Schroeder, 1961; Piaget, 1952). Teori panggung yang paling berkembang menekankan tidak hanya kealamian pertumbuhan melalui tahapan, tapi kemungkinan penangkapan, dan akomodasi yang diperlukan jika tingkat perkembangan yang lebih tinggi harus dicapai. Misalnya, siswa awalnya suka dan nyaman dengan model sosial dan mereka bisa mendapatkan keuntungan dengan cepat. Namun, siswa yang kurang berprestasi sangat mendapatkan model yang paling tidak nyaman untuk mereka. Makanya, tantangannya bukan untuk memilih model  yang paling nyaman namun memungkinkan siswa mengembangkan keterampilan.

2.      Marginality In Learners
Marginitas adalah suatu kondisi yang ada ketika seorang pelajar mengalami kesulitan yang berkaitan dengan lingkungan pendidikan dan mendapatkan keuntungan darinya. Saat ini banyak pendidik memperhatikan apa yang disebut pembelajar "marjinal" dan mencari cara untuk membuat lingkungan sekolah lebih banyak produktif bagi orang-orang yang dianggap marjinal di lingkungan. Jika kita mempertimbangkan konsep marjinalitas, kita bisa ikut isu ketidaknyamanan dan pertumbuhan secara langsung. Ketika peserta didik hanya sedikit berhubungan dengan lingkungan pendidikan, kita cenderung mengubah lingkungan dan membangun kembali "norma kenyamanan". Sebenarnya, ketidaknyamanan yang mereka rasa mungkin menjadi petunjukbagaimana kita harus bertindak untuk membantu mereka mencapai tingkat pertumbuhan baru.
3.      Asumsi Tentang Pelajar (Assumptions About Learners)
a.      Akulturasi
Asumsi pertama adalah bahwa pelajar kami telah dikulturasikan sampai tingkat tertentu, telah terpapar dengan ola perilaku, artefak, dan kognisi yang membentuk budaya Amerika. Pembelajar mungkin (atau mungkin tidak)memiliki kosa kata yang lebih kecil daripada rata-rata orang tetapi memiliki kosakata, telah menginternalisasi sifat linguistik dasar bahasa kita,telah menjadi peserta dalam proses budaya, dan telah menjadi pengamatorang dewasa saat mereka berperilaku dalam masyarakat kita. Dengan kata lain, pembelajar kita tidak berbeda secara budaya dari kita semua, walaupun dalam batas budaya, pelajar mungkin relatif tidak canggih. Ini mungkin tampak seperti sebuah Hal yang jelas, tapi banyak bahasa tentang pelajar marjinal berkonotasi, jika memang begitusebenarnya tidak menunjukkan, bahwa orang-orang yang berhubungan sedikit dengan lingkungan pendidikan umum pada dasarnya adalah anggota sebuah subkulturBerbeda dengan arus utama yang harus diperlakukan sebagai orang asing.Itu memang langka. Manusia dilahirkan dengan kemampuan untuk belajar budaya, dan inilah orang langka yang mengembangkan pola budaya yang tidak adabeberapa cara cocok dengan konfigurasi utama masyarakatnya.
b.      Kapasitas Intelektual Sebagai Faktor Temporal
Kedua, posisi tentang perbedaan intelektual yang diartikulasikan oleh Carroll (1971) dan Bloom (1971) memiliki validitas yang cukup besar. Secara khusus, posisi ini adalah perbedaan kemampuan intelektual seperti yang saat ini kita ukur terjemahkan secara substansial ke dalam perbedaan temporal sehubungan dengan penguasaan tujuan pembelajaran tertentu. Asumsi kedua ini berhubungan dengan yang pertama,untuk satu cara untuk menimbang posisi Carroll dan Bloom adalah bahwa pembelajar yang kurang "cerdas" tidak berbeda secara budaya sehubungan dengan apa yang dapat dipelajari.tapi mungkin butuh lebih banyak waktu, mungkin lebih banyak waktu, untuk mendapatkan akognisi tertentu yang berada dalam budaya. Dengan kata lain,pelajar adalah salah satu dari kita. Beberapa dari kita lebih lambat dari yang lain untuk mendapatkan beberapa unsur budaya dalam situasi pendidikan yang diberikan. Kita bisa membuat asumsi optimis bahwa pelajar marjinal kita mampu belajar. tapi, Mungkin memerlukan lebih banyak waktu daripada beberapa orang, mengingat situasinya.
c.       Stigmatisasi
Asumsi ketiga adalah ketidakmampuan untuk berhubungan dengan Lingkungan pendidikan tertentu secara produktif memiliki stigma sosial yang melekat padanya. Pelajar yang tidak cocok akan secara sosial distigmatisasi oleh orang lain dan, mungkinlebih merusak, akan menginternalisasi norma-norma budaya; gagal menyesuaikan diriDengan norma-norma ini, pelajar akan menstigmatisasi dirinya sendiri. Pendidikan,Seperti yang terwujud dalam institusi formal, sebagian besar merupakan kegiatan publik, dan penuhKekuatan masyarakat turun pada pembelajar saat kondisi marjinalAda-maka, efek samping laten. Pelajar marjinal itu dihukumdua kali, pertama dengan frustrasi dan kedua oleh stigmatisasi oleh orang lain(atau dengan stigmatisasi diri).
d.      Fleksibilitas
Asumsi terakhir tentang peserta didik adalah bahwa peserta didik fleksibel. Mereka tidak tetap, tapi mereka tumbuh secara entitas dan memiliki kemampuan adaptif yang cukup besar. Hampir semua peserta didik memiliki potensi untuk berhubungan dengan beragam lingkungan belajar, asalkan tidak dibuat terlalu tidak nyamandan bahwa mereka dibantu dalam berhubungan secara produktif dengan lingkungan tertentu.
4.      Asumsi Tentang Lingkungan Belajar
a.      Lingkungan Belajar sebagai Variasi Budaya
Lingkungan belajar dapat dilihat dari perspektif budaya yaitu variasi pada tema dasar budaya kita. Artinya, semua pendekatan untuk mengajar yang telah mendominasi literatur kita selama 25 tahun terakhir telah berawal dari masyarakat Barat. Mereka termasuk dalam arus utama budaya. Dengan kata lain, semua model pengajaran kita mewakili keragaman dalam budaya, tapi tidak berbeda secara kultural. Mereka berasal dari para ilmuwan dan guru yang tidak hanya berasal dari genus dan spesies yang sama namun juga konfigurasi normatif yang sama. Dengan demikian, kedua model pengajaran dan peserta didik memiliki akar budaya yang sama.
b.      Individuasi Dan Lingkungan
Setiap lingkungan belajar akan menghasilkan berbagai macam tanggapan oleh siswa, dinyatakan dalam hal efisiensi dan kenyamanan dimana peserta didik mampu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan kata lain, kita bisa mengatakannya, lingkungan dan Gaya belajar yang dirancang untuk menghasilkan pembelajaran yang akan berinteraksi berbeda. Tidak ada lingkungan belajar yang diberikan akan menghasilkan efek yang sama pada semua siswa.
c.       Lingkungan Dapat Di Adaptasi
Lingkungan belajar bisa bersifat adaptif yaitu dapat diadaptasi dan setidaknya memungkinkan kita untuk mendesainnya dengan fleksibilitas dalam pikiran. Model pengajaran yang sesuai tidak hanya melahirkan pelajar dengan cara yang tak kenal lelah dan tak kenal ampun. Lingkungan belajar yang dibangun dengan benar akan terasa nyaman dari pada metafora keras. Ini mengoceh di sekitar siswa, sesuai dengan karakteristik mereka. Sama seperti, diperlakukan dengan benar, peserta didik juga lebih baik bugar ketimbang keras metafora dan bisa meringkuk di seputar fitur lingkungan belajar.
d.      Lingkungan Alternatif Dan Hasil Pendidikan.
Ada banyak pendekatan pengajaran (pembangunan lingkungan belajar) yang cenderung menghasilkan efek yang berbeda pada peserta didik. Pendekatan pengajaran tertentu dapat meningkatkan probabilitasnya, bahwa beberapa jenis hasil belajar akan terwujud dan mungkin secara timbal balik, mengurangi kemungkinan bahwa orang lain akan terjadi. Misalnya, kontraskan model role-playing dengan model pelatihan inquiry. Model Shaftel peran bermain yang dirancang untuk memungkinkan siswa untuk bersedia memeriksa nilai mereka. model pelatihan inquiry dirancang untuk meningkatkan probabilitas bahwa siswa akan membangun kemampuan untuk membuat kesimpulan sendiri. Dengan demikian, semuanya sama jika model Shaftel digunakan untuk merancang lingkungan belajar, itu akan meningkatkan probabilitas bahwa nilai sosial siswa akan tersedia bagi mereka. Model Suchman akan meningkatkan probabilitas bahwa siswa akan menjadi lebih mampu untuk alasan kausal.
Tidak ada hukum yang menentukan bahwa model Suchman tidak dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir secara kausal mengenai nilai-nilai. Pada saat tertentu hal itu bisa dibayangkan Model Shaftel mungkin lebih efektif dalam mengajarkan penalaran kausal dari pada Suchman's atau bahwa Suchman mungkin lebih efektif sebagai pendekatan untuk nilai sosial Namun, dalam jangka panjang, setiap modelnya lebih cenderung ke arah yang dirancang. Jadi, pendidik harus bijaksana dalam memilih model pembelajaran agar tercapainya tujuan pembelajaran.
e.       Menghadapi Marginalitas
Sekarang kita kembali ke peserta belajar marjinal, masalah kita adalah mempertimbangkan apa yang harus dilakukan ketika seorang pelajar memiliki reaksi marjinal terhadap lingkungan belajar tertentu. Untuk menjaga diskusi dalam batas-batas, marilah kita membayangkan dua peserta didik yang terpapar model Shaftel dan Suchman. Setiap pelajar merespon positif terhadap satu lingkungan dan tidak ke yang lain. Apa yang kita melakukan? Jika kita tidak melakukan apa - apa, perbedaan antara dua peserta didik mungkin akan meningkat. Satu akan menjadi lebih baik dalam mempelajari nilai dan yang lainnya lebih baik dalam kemampuan penalaran. Untuk saat ini, mari kita sisihkan pertanyaan tentang penjelasan yaitu Janganlah kita memulai dengan memilah-milah alasan mengapa masing-masing pelajar merespons lingkungan dan tidak ke yang lain; Sebagai gantinya, mari kita berkonsentrasi pada apa yang bisa kita lakukan.
f.       Solusi Untuk Menghubungkan Marginalitas
Pertama, kita menolak pendekatan 'edo-nothing'. Kita tidak ingin membiarkan salah satu dari peserta didik kita dalam situasi yang tidak produktif, yang dapat membuat frustrasi, dan mungkin fobia producing. Pendekatan kedua adalah melepaskan siswa-siswa dari lingkungan yang tidak baik, sehingga dapat menghilangkan frustrasi yang dialami siswa. Untuk setiap pengajar harus mengidentifikasi model pembelajaran yang dapat membuat siswa merasa nyaman. Di sisi lain, cukup banyak model yang bisa kita gunakan dan bahkan hampir semua pelajar dapat berhubungan secara produktif dengan beberapa dari model tersebut. Dalam hal ini kita sudah memiliki diagnosis awal tentang hal tersebut.
g.      Solusi Industri
Dalam what Hunt (1971) menyebut solusi industri, kita mencari pendekatan untuk mengajar di mana peserta didik kita paling tidak marjinal. solusi industri memiliki built-indefisit. Namun, ini tentu solusi yang lebih efisien daripada mengabaikan masalah sama sekali. Hal ini juga mengurangi kemungkinan efek samping yang paling merusak yaitu ketidakcocokan yang akan terjadi. Keberhasilan model industri tergantung dia berasumsi bahwa kita dapat menemukan model industri yang memadai yang mengakomodasi siswa dan tujuan pembelajaran.
h.      Adaptasi Pilihan Model
Solusi lain adalah menyesuaikan model agar sesuai dengan karakteristik peserta didik. Kami mengidentifikasi alasan mengapa seorang pelajar memiliki masalah berkaitan dengan lingkungan belajar tertentu dan kemudian memodulasi fitur lingkungan itu agar lebih mudah bagi pelajar untuk menyesuaikan diri.
Hunt (1971) telah menunjukkan bahwa jika kita "mengebor" model pada pelajar, kita malah memperparah masalah. Jika kita berusaha untuk mencari tahu apa yang mengganggu peserta didik, kita punya banyak pilihan untuk memodifikasi lingkungan. Kita dapat meningkatkan struktur model tidak terstruktur, menurunkan struktur struktur yang sangat terstruktur, memodulasi tingkat kontrol pelajar, memanipulasi kompleksitas tugas dan Cara lain, membuat lingkungan belajar aman dan nyaman. Manfaat dari solusi ini adalah bahwa hal itu memungkinkan kita untuk terus menggunakan "model pilihan" untuk tujuan yang diberikan yaitu, model cenderung menghasilkan jenis pembelajaran tertentu dan ini mengurangi kemungkinan bahwa siswa akan sangat tidak nyaman. Itu tergantung dari asumsi Ketidakcocokan alami antar pelajar dan modelnya tidak terlalu bagus mengatasi hal tersebut.
i.        Pelatihan Fleksibil Belajar
Solusi ketiga untuk memperbaiki marjinalitas adalah mencoba mengajarkan peserta didik untuk berhubungan dengan spektrum lingkungan belajar yang luas. Gaya pengajaran yang dikembangkan guru, mencoba mengkombinasikan model pengajaran dengan model pelatihan keterampilan yang relevan. Kita perlu belajar banyak tentang bagaimana membantu peserta didik dalam mengembangkan keterampilan yang relevan dengan lingkungan. Mengamati siswa di sekolah yang memiliki pendekatan khas dalam belajar dan memperhatikan bagaimana membantu peserta didik agar menjadi lebih efektif dalam lingkungan. Sekolah mengajarkan siswa bagaimana cara terlibat dalam mengarahkan diri sendiri
j.        Pertumbuhan Kecerdasan
Sifat kita sebagai peserta didik mengandung kontradiksi yang menarik: pertumbuhan membutuhkan perubahan. Kita harus membuang cara berpikir kita yang nyaman dan bertahan dalam persaingan yang melibatkan diri dalam mengambil gagasan, keterampilan dan nilai. Kita didorong untuk berkembang. Paradoksnya, bagaimanapun, kita memiliki kecenderungan yang tertanam dalam diri kita untuk melestarikan atau mengembangkan diri. Untuk menciptakan lingkungan yang dapat mendorong kita untuk berubah, tidak membuang apa yang ada pada kita pada tahap tertentu, dan belajar membangunnya secara produktif., Thelen menyarankan kepada kita: pelajar perlu menghadapi masalah dan beragam pendapat agar bisa mencapai dan melampaui tahapnya yang sekarang dan mengembangkan konstruksi yang akan menopang pertumbuhan di tingkat yang lain. Misalnya, Saat kita masih bayi, proses perubahan dibangun ke dalam diri kita. Kita tidak berniat untuk belajar bahasa tapi kita melakukannya, dan dengan berbuat demikian kita berubah. Kita tidak berharap untuk berjalan, tapi berjalan memimpin kita di mana kita tidak bisa melakukan sebelumnya. Bertahun-tahun kemudian kita belajar budaya kita dan mulai melakukan fungsinya pada tingkat tertentu begitu memuaskan sehingga kita bisa tinggal disana selamanya. Tujuan pendidikan adalah. Untuk menghasilkan kondisi yang memungkinkan kita untuk mengakui disekuilibrium perubahan sebagai sesuatu yang tidak biasa untuk pertumbuhan, sehingga kita dapat mencapai lebih dari sekedar pemahaman yang kaya dan menerima kebijaksanaan yang ada di dalam diri kita sendiri.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Penguasaan belajar tuntas` adalah bersifat optimis dan jelas Untuk menciptakan sistem belajar tuntas memerlukan pengembangan yang hati-hati tetapi positif di dalam iklim sosial, sistem ini secara langsung bisa mendekati banyak persoalan dalam belajar, yang telah mendorong guru di dalam pembelajaran. Belajar tuntas telah menempatkan guru sebagai orang yang dapat membangkitkan semangat siswa, dan membangun kepercayaan diri siswa secara lebih positif.
2.      Pembelajaran langsung merupakan rancangan pembelajaran yang berfokus pada mengkonsepkan kemampuan siswa dalam belajar dalam tujuan-tujuan dan tugas-tugas yang di pecah-pecah berdasarkan komponen tugas yang lebih kecil.
3.      Gaya belajar merupakan suatu karakteristik kognitif, afektif, dan prilaku psikomotorik, sebagai indicator yang bertindak yang relative stabil untuk pelajar merasa saling berhubungan dan beraksi terhadap lingkungan belajar.


Daftar pustaka
Joice, B., Weil, M. 2009. Models of teaching (5th ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall, Inc.