POKOK PIKIRAN TENTANG: MASTERY LEARNING,
MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG DAN GAYA BELAJAR
Makalah
Untuk Memenuhi Matakuliah
Landasan Pendidikan Dan Pembelajaran
Dosen Pengampu Dr. Edy Bambang Irawan, M.Pd
oleh:
ARFIN RENDIKA (170311861510)
NURSIDRATI
(170311861597)
UNIVESITAS
NEGERI MALANG
PASCASARJANA
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
OKTOBER
2017
Kata Pengantar
Assalamu’alikumWr. Wb
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat, karunia serta hidayahnya kepada
kita semua sehingga kita dapat melakukan aktivitas dengan baik, sehat wal‘afiat
khususnya kepada penulis sehingga “Makalah Landasan Pendidikan &
Pembelajaran” ini dapat diselesaikan dengan baik. Tak lupa juga kita sampaikan
salam dan shalawat kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Saw yang telah
mengeluarkan kita dari alam kegelapan menuju ke alam yang terang benderang
seperti yang kita rasakan saat ini, sehingga berkat perjuangan beliau itu kita
dapat menghirup udara segar dengan penuh nikmat yang tak akan mampu kita
hitung.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Sebagaimana kata pepatah mengatakan bahwa “Tak Ada Gading yang Tak Retak”, oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian selanjutnya.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi
penulis pada khususnya, Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Malang, 19 Oktober 2017
Penulis
Daftar Isi
Cover.........................................................................................................................
Kata Pengantar.......................................................................................................... 1
Daftar Isi.................................................................................................................... 2
BAB I : PENDAHULUAN...................................................................................... 3
A. Latar belakang............................................................................................... 3
B. Topik Bahasan............................................................................................... 3
BAB II: PEMBAHASAN........................................................................................ 4
A. Belajar tuntas (Mastery Learning)................................................................. 4
B. Individualy Persribe Intruction (IPI).............................................................. 5
C.
Pembelajaran langsung (Direct Intruction).................................................... 8
D. Gaya belajar (Style Learning)......................................................................... 10
E. Asumsi-Asumsi Lingkungan Belajar............................................................. 14
BAB III: PENUTUP................................................................................................. 20
A. Kesimpulan.................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang kompleks menuntut penanganan
untuk meningkatkan kualitasnya, baik yang bersifat menyeluruh maupun pada
beberapa komponen tertentu saja. Gerakan-gerakan baru dalam pendidikan pada
umumnya termasuk yang kedua yakni upaya peningkatan mutu pendidikan hanya dalam
beberapa komponen saja. Meskipun demikian, sebagai suatu sistem, penanganan
satu atau beberapa komponen itu akan mempengaruhi pula komponen lainnya.
Beberapa dari gerakan-gerakan baru tersebut memusatkan diri pada perbaikan dan
peningkatan kualitas kegiatan belajar mengajar pada sistem persekolahan,
seperti cara guru mengajar dan cara murid belajar.
Guru memang suatu profesi yang unik. Pendekatannya harus dipandang
secara individual dan kelembagaan. Secara individual, seorang guru harus
mempunyai jiwa pengabdian yang tinggi. Lalu jiwa pengabdian yang tinggi ini
ditunjang oleh keinginan yang kuat untuk selalu memberikan dan melayani sebaik
mungkin kepada anak didik. Maka dari itu, guru juga harus selalu belajar, baik
untuk ilmu pengetahuan dan keterampilan pengajaran, maupun belajar memahami
aspek psikologis kemanusiaan. Seorang guru juga harus mampu memahami bagaimana
cara murid belajar. Jika guru telah mampu menguasai teknik yang dapat
meningkatkan semangat dan keaktifan anak didiknya dalam belajar, maka dunia
pendidikan akan semakin dewasa dan profesional.
B. Topik Bahasan
1. Belajar tuntas (Mastery Learning)
2. Individualy Persribe Intruction (IPI)
3.
Pembelajaran langsung (Direct Intruction)
4. Gaya belajar (Style Learning)
5. Asumsi-Asumsi Lingkungan Belajar
BAB II
PEMBAHASAN
A. Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Belajar tuntas merupakan sebuah kerangka berpikir dalam
merencanakan rangkaian pembelajaran yang diformulasikan oleh John B. Carrol
(1971) dan Benjamin Bloom (1971). Belajar tuntas yang
diberikan dengan cara menarik dan lengkap akan memungkinkan siswa mencapai
tingkat penguasaan yang memuaskan dalam pelajaran di sekolah. Karya mutahir
telah mempertajam ide dan teknologi pembelajaran kontemporer dimana mastery
learning dapat dilaksanakan.
Belajar tuntas (Mastery learning) merupakan proses
pembelajaran yang dilakukan dengan sistematis dan terstruktur, bertujuan untuk
mengadaptasikan pembelajaran pada siswa kelompok besar (pengajaran klasikal),
membantu mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat pada siswa, dan berguna
untuk menciptakan kecepatan belajar (rate of program). Belajar tuntas
diharapkan mampu mengatasi kelemahan-kelemahan yang melekat pada pembelajaran
klasikal.
1. Sebuah Konsep Tentang Bakat
Dasar teoritis ide mastery learning didasarkan pada perspektif John
Carrols’ tentang pengertian aptitude (bakat). Secara tradisional
bakat dipandang sebagai sebuah karakteristik yang berhubungan dengan prestasi
belajar seorang siswa (semakin besar bakat yang dimiliki, semakin memungkinkan
ia untuk belajar), akan tetapi menurut Carrol aptitude dipandang
sebagai sejumlah waktu (amaunt of time) yang harus diambil untuk belajar
sesuatu bahan yang diberikan, dari pada sebagai kapasitas untuk mengusai
pelajaran Menurut Carrol siswa yang memiliki bakat rendah dalam
mempelajari pelajaran tertentu akan memerlukan waktu lebih banyak untuk
menguasai pelajaran dibandingkan dengan siswa yang memiliki aptitude lebih
tinggi.
Bloom mentrasformasikan ketentuan ini ke dalam satu sistem dengan
karakter sebagai berikut:
a. Penguasaan pelajaran, didefinisikan sebagai seperangkat pencapaian
tujuan pengajaran di sekolah.
b. Materi pelajaran dipecah dalam unit-unit kecil dan setiap unit itu
disertai dengan tujuan khusus yang harus dicapai sebagai bagian dari
keseluruhan
c. Menentukan materi pelajaran dan memilih strategi mengajar.
d. Tiap unit diikuti dengan test diagnostik untuk mengukur kemajuan
siswa (evaluasi formatif) dan mengidentifikasi masalah yang dihadapi setiap
siswa. Melakukan umpan balik terhadap siswa, serta memberikan penguatan
e. Data yang diperoleh dari tes yang dilakukan tadi digunakan untuk
memberikan pembelajaran tambahan pada siswa dalam membantu mengatasi
masalah-masalahnya (Bloom, 1971, pp. 47-63)
Jika pengajaran disusun dengan cara ini, Bloom percaya, waktu
belajar bisa disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Siswa yang kurang
cerdas bisa diberikan lebih banyak waktu dan umpan balik dalam keseluruhan
proses pembelajaran, kemajuan dapat dimonitor dengan bantuan test.
B. Rencana Pembelajaran Secara Individual (Individually Prescribe
Instruction)
Bloom, Block,
dan pengamat (advosasi) lain percaya bahwa cara belajar seperti ini dapat
dilakukan secara sederhana dengan memodifikasi prosedur pengajaran
kelompok, dimana siswa memiliki banyak waktu dan akan mampu menerima pengajaran
secara individual sesuai dari hasil evaluasi formatif (Carrol, 1997.
pp. 37-41).
1. Langkah-Langkah Di Dalam Program (Steps In The Program)
IPI
mengilustrasikan modular kurikulum (kurikulum dengan menggunakan modul) dengan
sistem aplikasi analisis prosedur terhadap materi pengembangan kurikulum.langkah-langkahnya adalah :
1) Asumsi pada proses belajar dan hubungannya dengan lingkungan
belajar dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Satu hal yang nyata perbedaan diantara siswa adalah jumlah waktu
belajar yang dilgunakan untuk menguasai pengajaran yang diberikan.
b.
Satu aspek
penting lainnya adalah perbedaan individu, sangat berguna untuk menyusun
kondisi dimana setiap siswa mampu belajar dan mengikuti paket-paket pengajaran
serta langkah-langkahnya dalam melaksanakan sejumlah praktek yang dibutuhkan.
c.
Jika sekolah
mempunyai tipe materi pelajaran yang dirasa cocok untuk murid (sekolah dasar),
bisa dilaksanakan melalui tutorial yang sedapat mungkin menekankan untuk
belajar mandiri, minimum belajar dari pengajaran guru langsung.
d.
Dalam belajar
melalui pengajaran unit, seorang siswa tidak diharuskan belajar pada unit baru
sampai dia menguasai satu tingkat derajat minimum penguasaan bahan pengajaran
di dalam satu unit sebagai prerequisit (prasyarat)
e.
Siswa diberi
peluang dan didorong untuk maju dengan kecepatan individual, hal ini penting,
baik bagi guru maupun siswa bahwa program yang disediakan dalam mengevaluasi
kemajauaan siswa dapat dijadikan dasar dalam pengembangan rencana pembelajaran
individual berikutnya.
f.
Guru yang
terlatih secara profesional akan sangat produktif ketika mereka melakukan
tugas-tugas seperti pembelajaran individual atau pembelajaran dalam kelompok
kecil, mendiagnosa kebutuhan siswa dan merencanakan program pembelajaran, dari
pada melakukan tugas-tugas administrasi seperti; melakukan pencatatan,
sekliring tes dsb. Efisiensi dan ekonomisnya program sekolah dapat ditunjang
dengan mengembangkan bantuan administrasi.
g.
Tiap siswa
diasumsikan lebih bertanggung jawab dalam merencanakan dan melaksanakan program
pembelajarannya sendiri dari pada diatur di dalam kelas.
h.
Belajar dapat
ditingkatkan, jika siswa diberi peluang untuk saling membantu satu sama lain
(Lindvall and Bolvin, 1996, pp. 3-4)
2) Menganalisa model performence ke dalam satu set tujuan behavioral
yang diorganisasikan secara berurutan. Para penyusun IPI yakin bahwa hal-hal
yang berurutan ini merupakan hal yang sangat mendasar dimana karakteristiknya
adalah sbb:
a.
Setiap tujuan
pengajaran harus menjelaskan apa yang seharusnya dapat dilakukan
oleh siswa yang menunjukkan tingkat penguasaan/ keterampilan
dari bahan yang diberikan.
b.
Tujuan
Pengajaran harus dikelompokkan ke dalam materi yang bermakna
c.
Di dalam setiap
area /kelompok tadi, tujuan pembelajaran harus diurut dalam urutan tertentu
yang akan membangun urutan prerequisit (prasyarat)
d.
Di dalam setiap
urutan tujuan pada setiap area., tujuan harus dikelompokan ke dalam unit-unit
yang bermakna. Setiap unit dirancang dalam pelaksanaan-nya, sehingga
menggambarkan perbedaan setiap level dan bisa memberikan hasil yang berarti
3)
Mengembangkan
materi pelajaran untuk mencapai setiap tujuan. Hampir semua bahan pelajaran
dapat dicari sendiri oleh siswa dengan sedikit bantuan guru : Melalui, lembar
kerja (LKS), buku kerja individu, atau buku kerja kelompok. Selain itu
pengajaran self intruction, program yang diciptakan oleh guru bisa juga
menawarkan pengajaran untuk kelompok kecil atau kelompok besar dan individual.
Contohnya, Jika beberapa siswa mendapatkan kesulitan untuk mencapai tujuan
tertentu, guru dapat membawa` mereka kedalam kelompok kecil . Di dalam
program matematik ada pendapat bahwa tidak semua murid dapat belajar dengan
pendekatan yang sama. Beberapa siswa mungkin membutuhkan beberapa latihan
dalam menggunakan konsep, sementara yang lain dapat belajar konsep lebih
efektif dengan diberikan contoh dimana mereka harus memutuskan mana contoh yang
menjelaskan konsep mana yang bukan.
4)
Menyatukan komponen-komponen
sistem (siswa-guru-bahan). Fakta yang ditemukan adalah kemampuan yang dimiliki
setiap siswa berbeda dalam tiap area seperti membaca, aritmetika, dan ilmu
pengetahuan. Sebagai contoh dalam aritmetika misalnya; urutan bahan telah
dikembangkan pada tiap-tiap topik, seperti pembilang, pengukuran, penjumlahan,
dan pengurangan. Karena begitu banyanya topik yang dipakai, dan karena
topik-topik itu perlu diketahui dari mana anak harus memulia mengerjakannya.
Perlu beberapa hari dilakukan diaognosis tentang kemampuan murid-murid Dengan
berdasar pada diagnosa ini sebuah “perencanaan pembelajaran ” dikembangkan
untuk setiap siswa dalam setiap pelajaran. Perencanaan pembelajaran ini
bahan-bahan itu diurut dari mana siswa dapat memuliannya, program ini mungkin
direncanakan untuk satu/atau beberapa hari tergantung kemampuan siswa dan
kesulitan dari setiap Unit. Evaluasi dan umpan balik, dilakukan secara terus
menerus dalam penerapan. Ini sebetulnya berlawanan dengan beberapa program
pengajaran yang terfokus pada periode-periode ujian yang seakan terpisah dari
aktivitas kurikulum.
Untuk menelusuri kemajuan siswa dan menelaah fungsi sistem
pembelajaran. Sebagaimana juga dalam sebuah bisnis, guru adalah manajer yang
bertanggung jawab untuk menggerakkan sistem dan menyesuaikannya terhadap
kebutuhan individu. Peran guru dalam IPI merupakan perangkat penting. Guru dapat
bertindak sebagai:
1) seorang yang dapat mendiagnosis (analisa IPI yang digunakan,
mendiagnosa data setiap siswa, yang bertujuan untuk menyusun satu program yang
sesuai dengan kebutuhan belajar individu),
2) sebagai selektor /memilih (bahan-sumber daya manusia-sumber daya
material yang disediakan untuk pelaksanaan (IPI)
3) sebagai tutor (membangun pengalaman belajar yang tepat dan bermakna
yang dapat mengarahkan siswa menjadi lebih mandiri dan tanggung jawab di dalam
situasi belajar IPI) (Scanlon and Brown,1969, p.1)
IPI menjadi berbeda dengan apa yang disebut dengan self
contained dimana guru kelas bekerja dengan kelompok anak-anak, guru bertemu
dengan anak dimana ia mempunyai tanggung jawab secara penuh (guru lebih
mendomi-nasi)
C.
Pembelajaran
Langsung (Direct Intruction)
Pembelajaran
langsung merupakan suatu model pembelajaran yang terdiri dari penjelasan guru
mengenai konsep atau keterampilan baru terhadap siswa. Pembelajaran langsung (Direct instruction) mempunyai dasar teori
yang berasal dari rumpun teori behavioral, Khususnya di dalam pelatihan para
ahli psikologis yang beraliran behavioral. kontribusi
utama dari direct learning terhadap situasi belajar adalah apa yang
disebut dengan analisis tugas dan definisi tugas (tugas yang
rinci) . Prinsip rancangan pembelajaran fokus pada mengkonsepkan kemampuan
siswa dalam belajar dalam tujuan-tujuan dan tugas-tugas yang di pecah-pecah
berdasarkan komponen tugas yang lebih kecil, Kegiatan belajar ditujukan untuk
menguasai setiap sub komponen (komponen kecil) dimana akhirnya menyusun atau
mengembangkan situasi belajar secara berurutan yang dapat menjamin penyampaian
bahan pelajaran secara tepat dari satu komponen ke komponen lain, dimana
komponen yang satu menjadi pre-requisite untuk mencapai komponen lain yang lebih
tinggi.
1. Tujuan Dan Asumsi
Tujuan utama dari pemeblajaran langsung adalah memaksimalkan waktu
belajar siswa. Oleh karena itu pembelajaran langsung dirancang untuk menciptakan
lingkungan belajar yang terstruktur, lingkungan belajar yang berorienrtasi
akademik, dimana para siswa secara aktif terlibat pada tugas pada saat
pembelajaran dan mengalami tingkat kesuksesan yang tinggi, minimal 80 % tingkat
penguasaan dari tugas yang diberikan pada mereka. Waktu yang digunakan oleh
siswa disebut dengan Akademic Learning Time (ALT) yang harus
dimaksimalkan. Pada kesimpulannya, lingkungan belajar yang bersifat langsung
sangat kuat fokusnya terhadap belajar dan siswa sangat melekat terhadap
tugas-tugas akademik. Presentase yang besar dalam penggunaan waktu akan
menghasilkan keberhasilan yang tinggi, suasana sosial bersifat positif dan
terbebas dari efek negatif.
2. Lingkungan Belajar Dalam Pembelajaran Langsung
Ciri utama
direct intruction yang paling nyata adalah :
a. fokus pada akademik artinya menempatkan seseorang pada prioritas
yang tinggi pada tugas-tugas akademik. selama pembelajaran kegiatan akedemik
sangat ditekankan.
b. Harapan yang tinggi terhadap kemajuan siswa adalah harapan yang
tinggi terhadap siswa berkenanaan dengan kemajuan akademuk, tuntutan terhadap
kemampuan akademik yang tinggi dan kemajuan akjademik. Guru menghara pkan lebih
banyak dari siswa tentang kuantitas dan kuantitas apa yang dikerjakan siswa
3. Model Mengajar
Model
pembelajaran langsung terdiri dari 5 fase kegiatan yaitu :
a. Orientasi yaitu pada fase ini Ada
3 langkah penting yaitu :
1)
Guru menjelaskan tujuan pelajaran dan tingkat pencapaian yang harus
dicapai
2)
Guru menggambarkan isi pelajaran dan menghubungkannya dengan pengalaman
sebelumnya
3)
Guru mendiskusikan prosedur dari pelajaran.
b.
Presentasi
Pada
pase ini guru menerangkan konsep-konseop baru dengan disertai demonstrasi dan
contoh, Bagian lain dari fase ini adalah melakukan pengecekan dimana
siswa-siswa telah memahami informasi baru sebelum dipraktekan lebih lanjut
dalam fase praktek berikutnya.
c. Praktek terstruktur
Pada fase ini guru
mengarahkana anak melalui contoh praktek. Siswa-siswa
berlatih di dalam kelompok untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan. Peran
guru pada fase ini memberi unpan balik terhadap respon siswa, memberi penguatan
terhadap respon yang tepat dan mengoreksi kesalahan
d. Praktek terbimbing
Pada
fase in,i siswa diberi kesempatan untik berlatih dengan caranya sendiri,
sementara guru tetap ada dilingkungan anak Praktek terbimbing memungkinkan guru
membantu kemampuan anak memperlihatkan tugas-tugas belajarnya dengan
mengasesmen jumlah dan tipe kesalahan yang dibuat anak. Peran guru pada fase
ini adalah memonitor pekerjaan siswa di dalam memberikan unpan balik yang
korektif jika diperlukan.
e. Praktek mandiri
Fase terakhir
dari model pembelajaran langsung . fase ini dimulai ketika siswa telah mencapai
ketepatan 85-90 % pada praktek terbimbing. Tujuan praktek mandiri adalah
memperkuat belajar yang baru untuk menjamin retention dan mengembangkan
kelancaran. Pada praktek mandiri siswa berlatih menurut caranya sendiri tanpa
bantuan. Peran guru pada fase ini meyakinkan
bahwa praktek mandiri berjalan mereview dengan segera setelah anak
melengkapinya, melakukan asesmen Apakah tingkat akurasi yang dicapai siswa
sudah mantap dan memberikan unpan balik korektif kepada yang memerlukannya.
Praktek ini dapat dilakukan dalam waktu singkat dengan frekuensi yang lebih
jarang, tetapi tidak boleh hanya dilakukan satu kali. Seperti dijelaskan
sebelumnya diperlukan paling tidak 5-6 kali praktek atau lebih.
D. Gaya Belajar (Learning Styles)
Gaya
belajar merupakan hal penting dalam pendidikan. Setiap individu memiliki
perbeda dan keunikan masing-masing dalam kepribadiannya. Sebagai guru kita
perlu mendesain pembelajaran sedemikian rupa, sehingga kita dapat memanfaatkan
karakteristik siswa untuk membantu mereka dalam meningkatkan kemampuan dan
pertumbuhan mereka. Sehubungan dengan model pengajaran, kita bisa mulai dengan
menghindari dua kesalahan. Yang pertama adalah mengasumsikan bahwa model
pengajaran itu tetap, formula untuk mengajar tidak fleksibel, yang salah
dilakukan secara ketat untuk mendapatkan hasil yang baik. Kedua, mengasumsikan
bahwa setiap pelajar memiliki gaya belajar yang tetap yang tidak mungkin untuk
berubah atau tumbuh. Kedua kesalah tersebut membuat kita bingung, jika metode
mengajar yang tidak sesuai dengan tingkah laku peserta didik, hal itu bisa
menyebabkan terjadinya kesalahan yang fatal.
1. Ketidaknyamanan Dan
Belajar
Rogers (1956) menekankan bahwa kecenderungan alami kita sebagai
peserta didik adalah membatasi diri
kita ke ranah dimana kita sudah merasa aman. Tugas utama konselor / guru adalah
membantu pembelajar menjangkau domain-domain yang diselimuti ketakutan. Untuk tumbuh, peserta didik harus
mengakui ketidaknyamanan dan tentukan tugas untuk membantu memecahkan hambatan
prestasi. Tugas
pendidik tidak hanya untuk melepaskan ikatan lingkungan yang menyempitkan
peserta didik namun untuk membantu mereka menjadi pencari aktif setelah
perkembangan baru. Aktualisasi
diri, seperti yang dijelaskan oleh Maslow (1962), adalah keadaan yang tidak hanya memungkinkan orang untuk
melakukan usaha dan mengambil risiko, tetapi juga untuk mengatasi
ketidaknyamanan yang tak terelakkan dirasakan saat mencoba menggunakan
keterampilan yang tidak biasa. konstruksi Maslow berlaku untuk orang dewasa maupun anak-anak.
Peran ketidaknyamanan dan kemampuan
mengelolanya secara produktif muncul
dalam kedok yang berbeda saat kita mempertimbangkan teori panggung perkembangan
(lihat Erikson, 1950; Harvey, Hunt, dan Schroeder, 1961; Piaget, 1952). Teori
panggung yang paling berkembang menekankan tidak hanya kealamian pertumbuhan melalui
tahapan, tapi kemungkinan penangkapan, dan akomodasi yang diperlukan jika
tingkat perkembangan yang lebih tinggi harus dicapai. Misalnya, siswa awalnya suka dan nyaman dengan model sosial dan mereka bisa mendapatkan keuntungan dengan
cepat. Namun, siswa yang kurang berprestasi sangat mendapatkan model yang paling tidak nyaman
untuk mereka. Makanya, tantangannya bukan untuk memilih model yang paling nyaman namun memungkinkan siswa
mengembangkan keterampilan.
2.
Marginality In
Learners
Marginitas adalah suatu kondisi yang
ada ketika seorang pelajar mengalami kesulitan yang berkaitan dengan
lingkungan pendidikan dan mendapatkan keuntungan darinya. Saat ini banyak pendidik
memperhatikan apa yang disebut pembelajar "marjinal" dan mencari cara
untuk membuat lingkungan sekolah lebih banyak produktif bagi orang-orang yang dianggap marjinal di
lingkungan. Jika kita mempertimbangkan konsep
marjinalitas, kita bisa ikut isu ketidaknyamanan dan pertumbuhan secara
langsung. Ketika peserta didik hanya sedikit berhubungan dengan lingkungan pendidikan, kita
cenderung mengubah lingkungan dan membangun kembali "norma kenyamanan".
Sebenarnya, ketidaknyamanan yang mereka rasa mungkin menjadi petunjukbagaimana
kita harus bertindak untuk membantu mereka mencapai tingkat pertumbuhan baru.
3.
Asumsi Tentang Pelajar (Assumptions About Learners)
a.
Akulturasi
Asumsi pertama adalah bahwa pelajar
kami telah dikulturasikan sampai tingkat tertentu, telah terpapar dengan ola
perilaku, artefak, dan kognisi yang membentuk budaya Amerika. Pembelajar
mungkin (atau mungkin tidak)memiliki kosa kata yang lebih kecil daripada
rata-rata orang tetapi memiliki kosakata, telah menginternalisasi sifat
linguistik dasar bahasa kita,telah menjadi peserta dalam proses budaya, dan
telah menjadi pengamatorang dewasa saat mereka berperilaku dalam masyarakat
kita. Dengan kata lain, pembelajar kita tidak berbeda secara budaya dari kita
semua, walaupun dalam batas budaya, pelajar mungkin relatif tidak canggih. Ini
mungkin tampak seperti sebuah Hal yang jelas, tapi banyak bahasa tentang
pelajar marjinal berkonotasi, jika memang begitusebenarnya tidak menunjukkan,
bahwa orang-orang yang berhubungan sedikit dengan lingkungan pendidikan umum
pada dasarnya adalah anggota sebuah subkulturBerbeda dengan arus utama yang
harus diperlakukan sebagai orang asing.Itu memang langka. Manusia dilahirkan dengan
kemampuan untuk belajar budaya, dan inilah orang langka yang mengembangkan pola
budaya yang tidak adabeberapa cara cocok dengan konfigurasi utama
masyarakatnya.
b.
Kapasitas Intelektual Sebagai Faktor Temporal
Kedua, posisi tentang perbedaan
intelektual yang diartikulasikan oleh Carroll (1971) dan Bloom (1971) memiliki
validitas yang cukup besar. Secara khusus, posisi ini adalah perbedaan
kemampuan intelektual seperti yang saat ini kita ukur terjemahkan secara substansial ke
dalam perbedaan temporal sehubungan dengan penguasaan tujuan pembelajaran tertentu. Asumsi
kedua ini berhubungan dengan yang pertama,untuk satu cara untuk menimbang
posisi Carroll dan Bloom adalah bahwa pembelajar yang kurang "cerdas"
tidak berbeda secara budaya sehubungan dengan apa yang dapat dipelajari.tapi
mungkin butuh lebih banyak waktu, mungkin lebih banyak waktu, untuk mendapatkan
akognisi tertentu yang berada dalam budaya. Dengan kata lain,pelajar adalah
salah satu dari kita. Beberapa
dari kita lebih lambat dari yang lain untuk mendapatkan beberapa unsur budaya dalam situasi
pendidikan yang diberikan. Kita bisa membuat asumsi optimis bahwa pelajar marjinal kita mampu belajar. tapi, Mungkin memerlukan lebih banyak
waktu daripada beberapa orang, mengingat situasinya.
c.
Stigmatisasi
Asumsi ketiga adalah ketidakmampuan
untuk berhubungan dengan Lingkungan pendidikan tertentu secara produktif memiliki stigma sosial
yang melekat padanya. Pelajar yang tidak cocok akan secara sosial distigmatisasi oleh orang
lain dan, mungkinlebih merusak, akan menginternalisasi norma-norma budaya;
gagal menyesuaikan diriDengan norma-norma ini, pelajar akan menstigmatisasi
dirinya sendiri. Pendidikan,Seperti yang terwujud dalam institusi formal,
sebagian besar merupakan kegiatan publik, dan penuhKekuatan masyarakat turun
pada pembelajar saat kondisi marjinalAda-maka, efek samping laten. Pelajar
marjinal itu dihukumdua kali, pertama dengan frustrasi dan kedua oleh
stigmatisasi oleh orang lain(atau dengan stigmatisasi diri).
d.
Fleksibilitas
Asumsi terakhir tentang peserta
didik adalah bahwa peserta didik fleksibel. Mereka tidak tetap, tapi mereka tumbuh secara entitas dan memiliki kemampuan
adaptif yang cukup besar. Hampir semua peserta didik memiliki potensi untuk
berhubungan dengan beragam lingkungan
belajar, asalkan tidak dibuat terlalu tidak nyamandan bahwa mereka dibantu
dalam berhubungan secara produktif dengan lingkungan tertentu.
4.
Asumsi
Tentang Lingkungan Belajar
a. Lingkungan Belajar sebagai Variasi Budaya
Lingkungan belajar dapat dilihat dari perspektif budaya yaitu variasi pada tema dasar budaya kita. Artinya, semua pendekatan
untuk mengajar yang telah mendominasi literatur
kita selama 25 tahun terakhir telah berawal dari masyarakat Barat. Mereka
termasuk dalam arus utama budaya. Dengan kata lain, semua model pengajaran kita mewakili
keragaman dalam budaya, tapi tidak berbeda secara kultural. Mereka berasal dari
para ilmuwan dan guru yang tidak hanya berasal dari genus dan spesies yang sama
namun juga konfigurasi normatif yang sama. Dengan demikian, kedua model
pengajaran dan peserta didik memiliki akar budaya yang sama.
b. Individuasi Dan Lingkungan
Setiap
lingkungan belajar akan
menghasilkan berbagai macam tanggapan oleh siswa, dinyatakan dalam hal efisiensi dan kenyamanan dimana peserta
didik mampu berinteraksi dengan
lingkungan. Dengan kata lain, kita bisa mengatakannya, lingkungan dan Gaya
belajar yang dirancang untuk menghasilkan pembelajaran yang akan berinteraksi berbeda.
Tidak ada lingkungan belajar yang diberikan akan menghasilkan efek yang sama
pada semua siswa.
c.
Lingkungan
Dapat Di Adaptasi
Lingkungan
belajar bisa bersifat adaptif yaitu dapat diadaptasi dan setidaknya memungkinkan
kita untuk
mendesainnya dengan fleksibilitas dalam pikiran.
Model pengajaran yang sesuai tidak hanya melahirkan pelajar dengan cara yang tak kenal lelah
dan tak kenal ampun. Lingkungan belajar yang dibangun
dengan benar akan terasa nyaman dari pada metafora keras. Ini mengoceh di
sekitar siswa, sesuai dengan karakteristik mereka. Sama seperti, diperlakukan dengan
benar, peserta didik juga lebih baik bugar ketimbang keras metafora dan bisa
meringkuk di seputar fitur lingkungan belajar.
d.
Lingkungan
Alternatif Dan Hasil Pendidikan.
Ada
banyak pendekatan pengajaran (pembangunan lingkungan belajar) yang cenderung menghasilkan
efek yang berbeda pada peserta didik. Pendekatan pengajaran tertentu dapat meningkatkan probabilitasnya, bahwa beberapa jenis hasil belajar
akan terwujud dan mungkin
secara timbal balik, mengurangi kemungkinan bahwa orang lain akan terjadi. Misalnya, kontraskan model role-playing
dengan model pelatihan inquiry. Model Shaftel peran bermain yang
dirancang untuk memungkinkan siswa untuk bersedia memeriksa nilai mereka. model pelatihan inquiry dirancang untuk meningkatkan
probabilitas bahwa siswa akan membangun kemampuan untuk membuat kesimpulan sendiri.
Dengan demikian, semuanya sama jika
model Shaftel digunakan untuk merancang lingkungan belajar, itu akan meningkatkan probabilitas bahwa
nilai sosial siswa akan tersedia bagi mereka. Model Suchman akan meningkatkan
probabilitas bahwa siswa akan menjadi lebih mampu untuk alasan kausal.
Tidak
ada hukum yang menentukan bahwa model
Suchman tidak dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir secara
kausal mengenai nilai-nilai. Pada saat tertentu hal itu bisa dibayangkan Model
Shaftel mungkin lebih efektif dalam mengajarkan penalaran kausal dari pada
Suchman's atau bahwa Suchman mungkin lebih efektif sebagai pendekatan untuk
nilai sosial Namun, dalam jangka panjang, setiap modelnya lebih cenderung ke
arah yang dirancang. Jadi, pendidik harus bijaksana dalam
memilih model pembelajaran agar tercapainya tujuan pembelajaran.
e. Menghadapi Marginalitas
Sekarang
kita kembali ke peserta belajar marjinal, masalah kita adalah mempertimbangkan
apa yang harus dilakukan ketika seorang pelajar memiliki reaksi marjinal
terhadap lingkungan belajar tertentu. Untuk menjaga diskusi dalam batas-batas,
marilah kita membayangkan dua peserta didik yang terpapar model Shaftel
dan Suchman. Setiap pelajar merespon positif terhadap satu lingkungan dan tidak ke yang
lain. Apa yang kita melakukan? Jika kita tidak melakukan apa - apa,
perbedaan antara dua
peserta didik mungkin akan meningkat. Satu akan menjadi lebih baik dalam
mempelajari nilai dan yang lainnya lebih baik dalam kemampuan penalaran. Untuk saat ini, mari kita sisihkan pertanyaan
tentang penjelasan yaitu Janganlah
kita memulai
dengan memilah-milah alasan mengapa masing-masing pelajar merespons lingkungan dan tidak ke yang lain;
Sebagai gantinya, mari kita berkonsentrasi pada apa yang bisa kita lakukan.
f. Solusi Untuk Menghubungkan
Marginalitas
Pertama,
kita menolak pendekatan 'edo-nothing'. Kita tidak ingin membiarkan salah satu dari peserta didik kita
dalam situasi yang tidak produktif, yang dapat membuat frustrasi, dan mungkin fobia producing. Pendekatan kedua adalah melepaskan
siswa-siswa dari lingkungan yang tidak baik, sehingga dapat menghilangkan
frustrasi yang dialami siswa. Untuk setiap pengajar harus mengidentifikasi model pembelajaran
yang dapat membuat siswa merasa nyaman. Di sisi lain, cukup banyak model yang bisa kita gunakan dan
bahkan hampir semua pelajar dapat berhubungan secara produktif dengan beberapa
dari model tersebut. Dalam hal ini kita sudah memiliki diagnosis awal tentang hal
tersebut.
g. Solusi Industri
Dalam
what
Hunt (1971) menyebut solusi industri,
kita mencari pendekatan untuk mengajar di mana peserta didik kita paling
tidak marjinal. solusi industri memiliki built-indefisit. Namun, ini tentu solusi yang lebih
efisien daripada mengabaikan masalah sama sekali. Hal ini juga mengurangi
kemungkinan efek samping yang paling merusak yaitu ketidakcocokan yang akan terjadi. Keberhasilan model
industri tergantung dia
berasumsi bahwa kita dapat menemukan model industri yang memadai yang
mengakomodasi siswa dan tujuan pembelajaran.
h. Adaptasi Pilihan Model
Solusi
lain adalah menyesuaikan model agar sesuai dengan karakteristik peserta didik.
Kami mengidentifikasi alasan mengapa seorang pelajar memiliki masalah berkaitan
dengan lingkungan belajar tertentu dan kemudian memodulasi fitur lingkungan itu
agar lebih mudah bagi pelajar untuk menyesuaikan diri.
Hunt
(1971) telah menunjukkan bahwa jika kita "mengebor" model pada
pelajar, kita malah memperparah masalah. Jika kita berusaha untuk mencari tahu apa yang
mengganggu peserta didik, kita punya banyak pilihan untuk memodifikasi
lingkungan. Kita dapat meningkatkan struktur model tidak terstruktur,
menurunkan struktur struktur yang sangat terstruktur, memodulasi tingkat kontrol pelajar,
memanipulasi kompleksitas tugas dan Cara lain, membuat lingkungan belajar aman dan nyaman. Manfaat dari solusi ini adalah bahwa
hal itu memungkinkan kita untuk terus menggunakan "model pilihan" untuk tujuan yang diberikan yaitu, model cenderung menghasilkan
jenis pembelajaran tertentu dan
ini mengurangi kemungkinan bahwa siswa akan sangat tidak nyaman. Itu tergantung dari asumsi
Ketidakcocokan alami antar pelajar dan modelnya tidak terlalu bagus mengatasi hal
tersebut.
i.
Pelatihan
Fleksibil Belajar
Solusi
ketiga untuk memperbaiki marjinalitas adalah mencoba mengajarkan peserta didik untuk berhubungan
dengan spektrum lingkungan belajar yang luas. Gaya pengajaran yang dikembangkan
guru, mencoba mengkombinasikan model pengajaran dengan
model pelatihan keterampilan yang relevan. Kita perlu belajar banyak tentang bagaimana membantu peserta didik dalam mengembangkan keterampilan yang
relevan dengan lingkungan. Mengamati siswa di sekolah yang memiliki pendekatan
khas dalam belajar dan memperhatikan bagaimana membantu peserta didik agar menjadi
lebih efektif dalam lingkungan. Sekolah mengajarkan
siswa bagaimana cara terlibat dalam mengarahkan diri sendiri
j.
Pertumbuhan
Kecerdasan
Sifat
kita sebagai peserta didik mengandung kontradiksi yang menarik: pertumbuhan
membutuhkan perubahan. Kita harus membuang cara berpikir kita yang nyaman dan
bertahan dalam persaingan yang melibatkan diri dalam mengambil gagasan,
keterampilan dan nilai. Kita didorong untuk
berkembang.
Paradoksnya, bagaimanapun, kita memiliki kecenderungan yang tertanam dalam diri
kita untuk melestarikan atau mengembangkan diri. Untuk menciptakan lingkungan yang dapat mendorong kita untuk berubah, tidak
membuang apa yang ada pada kita pada
tahap tertentu, dan belajar
membangunnya secara produktif., Thelen menyarankan kepada kita: pelajar perlu menghadapi masalah dan
beragam pendapat agar bisa mencapai dan melampaui tahapnya yang sekarang dan mengembangkan konstruksi yang akan
menopang pertumbuhan di tingkat yang lain. Misalnya, Saat kita masih bayi, proses
perubahan dibangun ke dalam diri kita. Kita tidak berniat untuk belajar bahasa tapi kita melakukannya, dan
dengan berbuat demikian kita berubah. Kita tidak berharap untuk berjalan, tapi
berjalan memimpin kita di mana kita tidak bisa melakukan
sebelumnya.
Bertahun-tahun kemudian kita belajar budaya kita dan mulai melakukan fungsinya
pada tingkat tertentu begitu
memuaskan sehingga kita bisa tinggal disana selamanya. Tujuan pendidikan
adalah. Untuk menghasilkan kondisi yang memungkinkan kita untuk mengakui disekuilibrium
perubahan sebagai sesuatu yang tidak biasa untuk pertumbuhan, sehingga kita
dapat mencapai lebih dari sekedar pemahaman yang kaya dan menerima
kebijaksanaan yang ada di dalam diri kita sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penguasaan belajar tuntas` adalah bersifat optimis dan jelas Untuk
menciptakan sistem belajar tuntas memerlukan pengembangan yang hati-hati tetapi
positif di dalam iklim sosial, sistem ini secara langsung bisa mendekati banyak
persoalan dalam belajar, yang telah mendorong guru di dalam pembelajaran.
Belajar tuntas telah menempatkan guru sebagai orang yang dapat membangkitkan
semangat siswa, dan membangun kepercayaan diri siswa secara lebih positif.
2. Pembelajaran langsung merupakan rancangan pembelajaran yang berfokus
pada mengkonsepkan kemampuan siswa dalam belajar dalam tujuan-tujuan dan
tugas-tugas yang di pecah-pecah berdasarkan komponen tugas yang lebih kecil.
3. Gaya belajar merupakan suatu karakteristik
kognitif, afektif, dan prilaku psikomotorik, sebagai indicator yang bertindak
yang relative stabil untuk pelajar merasa saling berhubungan dan beraksi
terhadap lingkungan belajar.
Daftar pustaka
Joice,
B., Weil, M. 2009. Models of teaching (5th ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall, Inc.