animasi blog
Animasi Blog

baground

Jumat, 04 Desember 2015

BACAAN ASYIK : KUMPULAN CERITA MOTIVASI




A.    Buah Kebaikan

Pada suatu hari ada seorang pemabuk yang mengundang sekelompok sahabatnya. Mereka pun duduk, kemudian si pemabuk memanggil budaknya, lalu ia menyerahkan empat dirham kepada pembantunya dan menyuruhnya agar membeli buah-buahan untuk teman-temannya tersebut. Di tengah-tengah perjalanan, si pembantu melewati seseorang yang zuhud, yaitu Manshur bin Ammar. Beliau berkata, “Barangsiapa memberikan empat dirham kepadanya. Selanjutnya Manshur bin Ammar bertanya, “Doa apa yang Anda inginkan?” Lalu ia menjawab, “Pertama, saya mempunyai majikan yang bengis. Saya ingin dapat terlepas darinya. Kedua, saya ingin Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantikan empat dirham untukku. Ketiga, saya ingin Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima taubat majikan saya. Keempat, saya ingin Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ampunan untukku. Ketiga, saya ingin Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima taubat majikan saya. Keempat, saya ingin Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ampunan untukku, untuk majikanku, untukmu, dan orang-orang yang hadir di sana.” Kemudian Manshur mendoakannya.
Pembantu itu pun berlalu dan kembali kepada majikannya yang gemar menghardiknya. Majikannya bertanya kepadanya, “Mengapa kamu terlambat dan mana buahnya?” Lantas ia menceritakan bahwa ia telah bertemu sang ahli zuhud bernama Manshur dan bagaimana ia telah memberikan empat dirham kepadanya sebagai imbalan empat doa. Maka, amarah sang majikan pun redam. Ia bertanya, “Apa yang engkau mohonkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala?” Ia menjawab, “Saya mohon untuk diriku agar saya dibebaskan dari perbudakan.” Lantas majikannya berkata, “Sungguh, saya telah memerdekakanmu. Kamu sekarang merdeka karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apa doamu yang kedua?” Ia menjawab, “Saya memohon agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantikan empat dirham buatku.” Majikannya berkata, “Bagimu empat dirham. Apa doamu yang ketiga?” Ia menjawab, “Saya memohon agar Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima taubatmu.” Lantas si majikan menundukkan kepalanya, menangis, dan menyingkirkan gelas-gelas arak dengan kedua tangannya dan memecahkannya. Lalu ia berkata, “Saya bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Saya tidak akan mengulanginya lagi selamanya. Lalu apa doamu yang keempat?” Ia menjawab, “Saya memohon agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ampunan untukku, untukmu, dan orang-orang yang hadir di sini.” Sang majikan berkata, “Yang ini bukan wewenangku. Ini adalah wewenang Dzat Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Ketika sang majikan tidur pada malam harinya, ia mendengar suara yang mengatakan, “Engkau telah melakukan apa yang menjadi wewenangmu. Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan ampunan kepadamu, si pelayan, Manshur bin Ammar, dan semua orang-orang yang hadir.”

B.     Seorang Wanita Menasihati Sang Alim

Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat.” Lalu dikatakan, “Untuk siapa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para imam kaum muslimin, dan seluruh kaum muslimin.”
Memang benar, sebuah nasihat akan banyak membawa manfaat apabila nasihat tersebut bersumber dari ilmu yang terambil dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Namun, sebuah nasihat yang tidak berlandaskan ilmu, justru akan membawa malapetaka dan kehancuran, karena pada hakikatnya hal itu bukanlah nasihat, melainkan bisikan-bisikan dan was-was setan. Masalahnya, apakah sebuah nasihat hanya boleh dilakukan oleh kaum laki-laki saja dan tidak mungkin dilakukan oleh kaum wanita?
Kisah berikut ini menunjukkan, bahwa kaum Hawa pun dapat memberikan andil dalam memberikan nasihat dan amar ma’ruf nahi munkar sesuai dengan kemampuan mereka. Semoga bermanfaat.Allahul-Muwaffiq.
Alkisah
Imam Malik rahimahullah meriwayatkan sebuah kisah dalam kitab al-Muwaththa’, dari Yahya bin Sa’id dari al-Qasim bin Muhammad, bahwa dia berkata, “Salah satu istriku meninggal dunia, lalu Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi mendatangiku untuk bertakziah atas (kematian) istriku, lalu beliau mengatakan,
‘Sesungguhnya, dahulu di zaman Bani Israil ada seorang laki-laki yang faqih, ‘alim, abid, dan mujtahid.Dia memiliki seorang istri yang sangat ia kagumi dan cintai. Lalu meninggallah sang istri tersebut, sehingga membuat hatinya sangat sedih. Dia merasa sangat berat hati menerima kenyataan tersebut, sampai-sampai ia mengunci pintu, mengurung diri di dalam rumah, dan memutus segala hubungan dengan manusia, sehingga tidak ada seorang pun yang dapat bertemu dengannya.
Lalu ada seorang wanita cerdik yang mendengar berita tersebut, maka dia pun datang ke rumah Sang Alim seraya mengatakan kepada manusia, “Sungguh, saya sangat memerlukan fatwa darinya dan saya tidak ingin mengutarakan permasalahan saya, melainkan harus bertemu langsung dengannya.” Akan tetapi, semua manusia tidak ada yang menghiraukannya. Walau demikian, ia tetap berdiri di depan pintu menunggu keluarnya Sang Alim. Dia berujar, ‘Sungguh, saya sangat ingin mendengarkan fatwanya. Lalu, salah seorang menyeru, ‘(Wahai Sang Alim) sungguh di sini ada seorang wanita yang sangat menginginkan fatwamu.’ Dan wanita itu menambahkan, ‘Dan aku tidak ingin mengutarakannya melainkan harus bertemu langsung dengannya tanpa ada perantara.’ Akan tetapi, manusia pun tetap tidak menghiraukannya. Meski demikian, dia tetap berdiri di depan pintu dan tidak mau beranjak.
Akhirnya, Sang Alim menjawab, ‘Izinkanlah dia masuk.’ Lalu, wanita itu pun masuk dan mengatakan, “Sungguh, aku datang kepadamu karena suatu pemasalahan.’ Sang Alim menjawab, “Apakah pemasalahanmu?’ Wanita memaparkan, “Sungguh, aku telah meminjam perhiasan kepada salah satu tetanggaku dan aku selalu memakainya sampai beberapa waktu lamanya, lalu suatu ketika mereka mengutus seseorang kepadaku untuk mengambil kembali barang itu kepadanya?’ Maka, Sang Alim menjawab, ‘Iya, demi Allah, engkau harus memberikan kepada mereka.’ Lalu sang wanita menyangkal, ‘Tetapi, aku telah memakainya sejak lama sekali.’ Sang Alim menjawab, ‘Tetapi mereka lebih berhak untuk mengambil kembali barang yang telah dipinjamkan kepadamu sekalipun telah sejak lama.’ Lalu, wanita itu mengatakan, ‘Wahai Sang Alim, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatimu. Mengapakah engkau juga merasa berat hati untuk mengembalikan sesuatu yang telah dititipkan AllahSubhanahu wa Ta’ala kepadamu, lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin mengambil kembali titipan-Nya, sedang Dia lebih berhak untuk mengambilnya darimu?’ Maka, dengan ucapan itu tersadarlah Sang Alim atas peristiwa yang sedang menimpanya dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan perkataan si wanita tersebut dapat bermanfaat dan menggugah hatinya.
Kisah di atas diriwayatkan oleh Imam Malik dalam al-Muwaththa’ dalam kitab al-Jana’iz Bab Jami’ul-Hasabah fil-Mushibah (163).
Syaikh Syu’aib al-Arna’uth dalam tahqiq beliau terhadap kitab Jami’ul-Ushul (6/339) berkata, “Kisah di atas sampai kepada Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi dengan sanad shahih.”
Ibrah

Musibah adalah ujian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagai pengukur keimanan hamba. AllahSubhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَا أَخْبَارِكُمْ
Dan sesungguhnya, Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (Qs. Muhammad: 31).
Kesabaran sangat dibutuhkan tatkala kita dilanda musibah. Kewajiban setiap muslim ketika mendapat musibah ialah mengharap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pahala dan ganti yang lebih baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita membaca doa tatkala tertimpa suatu musibah. Beliau mengatakan,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ تُصِيْبُهُ مُصِيْبَةٌ فَيَقُوْلُ مَا أَمَرَهُ اللهُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أَجِرْنِي مِصِيْبَتِي وَأَخْلِفُ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلاَّ أَخْلَفَ اللهُ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
Tidaklah seorang muslim yang tertimpa suatu musibah lalu membaca sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah (yaitu), ‘Sesungguhnya kami milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kepada-Nya jualah kita akan dikembalikan. Ya Allah, berilah pahala pada musibah yang menimpaku dan berilah ganti yang lebih baik darinya’ melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberinya ganti yang lebih baik daripada yang sebelumnya.’” (HR. Musim, 4/475, at-Tirmidzi, 11/417, Ahmad, 33/82).
Dengan demikian, sungguh sangatlah indah perkara yang terjadi pada diri seorang muslim. Karena semua perkara yang menimpanya –berupa kenikmatan maupun kesulitan, kelapangan maupun musibah— semuanya adalah baik baginya, sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamsifatkan dalam sabdanya,
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ لِلْمُؤْمِنِ إِنَّ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Sungguh mengherankan perkara (urusan) orang muslim, semua perkara (urusan)nya baik dan hal itu tidaklah terjadi kecuali pada diri seorang muslim. Apabila diberi kenikmatan ia bersyukur maka hal itu baik baginya. Dan apabila ditimpa kesulitan ia bersabar maka hal itu pun baik baginya. (HR. Muslim. 14/280).
Beratnya cobaan sering menjadikan manusia lupa dengan takdir Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita semua adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kepada-Nya pulalah kita akan dikembalikan. Namun, kebanyakan manusia tidak menyadari hal ini, sehingga mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syariat. Mereka berlarut-larut dalam kesedihan, sehingga melalaikan dirinya sendiri. Bahkan, terkadang mereka berteriak-teriak histeris, memukul-mukul wajah, merobek-robek baju, dan mengeluarkan ucapan-ucapan yang dilarang oleh syariat, padahal Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَطَمَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ
Bukan termasuk golongan kami seorang yang menampar-nampar pipi, merobek-robek baju, dan menyeru dengan seruan-seruan jahiliah.” (HR. Bukhari, 5/41, at-Tirmidzi, 4/119, an-Nasa’i, 6/408).
Bersedih adalah suatu kewajaran terutama karena ditinggal oleh orang-orenga yang sangat dicintai. Akan tetapi, janganlah kesedihan tersebut melampaui batas dari yang dibolehkah. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعَ وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ وَلاَ نَقُولُ إِلاَّ مَا يُرْضِي رَبَّنَا
Mata boleh menangis, hati boleh bersedih, tetapi kita tidak berkata-kata kecuali hanya (dengan perkataan) yang diridhai oleh Rabb (Tuhan –ed.) kita.” (HR. al-Bukhari: 5/57).
Memang, setang sangatlah lihai dalam mencari celah untuk menjerumuskan anak Adam. Dari sinilah pentingnya saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنفَعُ الْمُؤْمِنِينَ
Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. adz-Dzariyat: 55).
Hanya saja, cara kita memberikan nasihat harus benar-benar diperhatikan. Cara menasihati seorangwaliyul-amri (penguasa) berbeda dengan cara menasihati rakyat. Menasihati orang tua berbeda dengan cara menasihati anak kita sendiri. Demikian pula, cara menasihati seorang yang alim yang memiliki pengaruh dan ucapan yang didengar oleh masyarakat hendaklah berbeda dengan cara kita menasihati seorang yang awam. Hendaklah menasihati dengan cara yang lembut, dengan kata-kata yang halus, dan tidak dilakukan di depan khalayak ramai, sebagaimana yang telah dilakukan wanita tersebut. Mudah-mudahan dengan itu mereka akan tersadar dan kembali pada jalan yang benar. Karena, seorang alim bukanlah orang yang ma’shum yang terbebas dari kesalahan. Mereka pun manusia biasa yang banyak melakukan kesalahan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاؤٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُونَ
Setiap anak Adam banyak melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat darinya.” (HR. at-Tirmidzi, 9/59, Ibnu Majah, 12/302, Ahmad, 26/123).

C.     Mutiara Kisah 
Beberapa pejalaran penting yang dapat kita rangkum dari kisah di atas adalah:
1.      Terkadang seorang ahlul ilmi dapat lupa dan lalai dari ilmu yang selama ini ia ajarkan. Sebagaimana kisah Sang Alim yang faqih di atas, dia telah lupa terhadap apa yang selama ini selalu dia ajarkan tentang wajibnya seorang untuk tetap bersabar di kala terkena musibah.
2.      Kewajiban bagi para ahlu ra’yi dan yang siapa saja yang memiliki pemahaman, hendaklah mengingatkan saudaranya yang lain dari hal-hal yang terkadang terlalaikan darinya. Dan hal ini tidak terbatas hanya dilakukan oleh kaum laki-laki saja, melainkan kaum wanita pula apabila memang memiliki kemampuan dalam hal tersebut. Tentunya hal itu dilakukan apabila aman dari fitnah dan tidak melanggar larangan dan keharaman Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti yang telah dilakukan oleh wanita dalam kisah di atas yang dapat menyadarkan kembali seorang alim yang tengah lalai dari peristiwa besar yang menimpanya.
3.      Ilmu dan pemahaman adalah titik temu yang menjadi persamaan antara laki-laki dan wanita, karena ilmu bukanlah hak yang dimonopoli oleh kaum laki-laki saja. Kaum wanita pun berhak mengenyam ilmu dan pemahaman. Bahkan, kejadian-kejadian yang terjadi pada diri seorang wanita menuntut mereka untuk lebih mengilmui hukum-hukum syariat. Thaharoh (bersuci), mendidik anak, dan lain-lain adalah permasalahan yang sangat membutuhkan ilmu dan pemahaman yang benar.
4.      Pentingnya membuat suatu permisalan dalam menjelaskan suatu permasalahan, karena sebuah contoh dapat menggambarkan suatu masalah dengan lebih jelas. Dan ini pulalah metode al-Qur’an dalam menjelaskan sebuah permasalahan. Perhatikanlah ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menjelaskan tentang kalimat tauhid dan kalimat-kalimat kekufuran. Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman,
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَآءِ {24} تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللهُ اْلأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ {25} وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِن فَوْقِ اْلأَرْضِ مَالَهَا مِن قَرَارٍ
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabb-nya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat: Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.” (Qs. Ibrahim: 24-26).
5.      Disenangi menghibur manusia dengan menyebutkan kabar-kabar orang-orang terdahulu dan kisah-kisah berharga yang sarat dengan pelajaran. Terlebih apabila kisah-kisah tersebut bersesuaian dengan keadaan orang yang sedang diberi nasihat, karena metode yang demikian akan lebih menggugah hatinya dan menyadarkan dari kelalaiannya sehingga ia dapat terhibur dan mengambil pelajaran dari kisah-kisah tersebut.
Wallahu A’lam.


D.    Durhaka kepada Orang Tua karena Istri

Durhaka kepada Orang Tua karena Istri – Ayahku meninggal ketika aku masih kecil. Tinggal ibuku yang selalu merawatku… Beliau bekerja sebagai pembantu rumah tangga, sehingga mampu membiayai hidupku. Aku anak satu-satunya. Beliau memasukkanku ke lembaga pendidikan, sampai aku menyelesaikan perguruan tinggi. Sampai titik ini, aku masih menjadi anak yang berbakti  kepadanya.
Tiba waktunya aku harus melanjutkan kuliah di luar negeri. Keberangkatanku diiringi dengan pesan ibuku sambil menetaskan air matanya, “Catat baik-baik di lubuk hatimu wahai anakkku, jangan sampai kamu tidak memberi kabar.. sering kirim surat, sehingga saya bisa merasa tenang dengan keadaan baikmu.”
Usai sudah masa studiku setelah menempuh waktu yang sangat lama. Namun aku kembali pulang dengan sosok yang berbeda. Aku banyak terpengaruh dengan budaya barat. Saya mulai memandang miring aturan agama…diliputi dengan semangat materialisme, yang hanya mendambakan harta dan harta. Saya mendapat pekerjaan dengan salary tinggi. Mulailah saya terarik untuk menikah.
Sebenarnya ibuku telah menawari aku untuk menikah dengan wanita yang baik agamanya, sopan, dan menjaga kehormatan. Namun aku tolak, dan aku hanya mau dengan wanita kenalanku, wanita kaya nan cantik jelita. Saya punya mimpi untuk memiliki kehidupan model ‘Aristikrasi’ (menurut istilah mereka).
Setelah menjalani hidup berkeluarga selama 6 bulan, mulailah istriku membuat ulah, sampai membuat ibuku marah. Sampai suatu saat, ketika saya masuk rumah, tiba-tiba saya mendengar tangisan istriku. Spontan aku tanyakan tentang sebabnya, istriku malah mengancam, “Pilih saya atau ibumu yang tinggal di rumah ini… saya sudah gak sanggup tinggal bersamanya..
Spontan aku jadi seperti orang gila. Aku usir ibuku dari rumah, di saat puncak kemarahanku. keluarlah beliau sambil menitikkan air mata. Ucapan indah yang aku dengar, “Semoga Allah membahagiakanmu wahai anakku…”
Setelah agak mereda, akupun mengejar beliau. Aku mencarinya, tapi terlambat sudah. Ibuku telah menghilang. Aku kembali pulang. Istriku berusaha untuk menenangkan aku. Dia bujuk rayu aku agar mulai lupa dengan ibuku, emas yang paling berharga bagiku..
Aku kehilangan berita tentang ibuku sampai kurun waktu yang lama. Pada kesempatan yang sama, aku menderita sakit parah yang menyeretku ke rumah sakit. Ternyata ibuku mendengar berita tentangku. Beliau datang ke rumah sakit untuk menjengukku. Ketika itu, istriku yang menemaniku. Melihat kehadiran ibuku, dia mengusirnya sebelum sempat menemui anaknya. “Anakmu tidak ada di sini… Apa yang kamu inginkan dari kami… menjauhlah dari kami!!” Ibuku tertatih kembali tanpa sempat menemuiku.
Keluarlah aku dari rumah sakit, setelah opname dalam waktu yang lama. hanya saja, sekarang kondisiku berbalik. Aku kehilangan pekerjaan dan rumah. utangpun mulai bertumpuk. Semua itu disebabkan istriku yang selalu menuntut materi dan materi. Sampai di puncak kesusahan, si cantik istriku mulai tidak betah. “Karena kamu sudah kehilangan pekerjaan, harta, dan posisimu di masyarakat, mulai saat ini aku tegaskan di hadapanmu: ‘Ceraikan aku!”
Ibarat petir yang menyambar kepalaku… akupun mentalaknya. Namun, di balik ini muncul hikmah yang besar. Aku mulai terbangun dari keterlenaan.
Akupun pergi tak tentu arah. Tekadku hanya satu, bisa kembali ke ibuku. Aku harus cari ibuku… sampai akhirnya, aku berhasil menemukan beliau. Tahukah anda, di mana beliau? Di yayasan penampungan orang tidak mampu. Beliau hidup dengan sedekah dari para aghniya (orang mampu).
Aku menemui beliau… ternyata beliau tak kuasa menahan tangisnya, wajahnya mulai pucat. Tak kuasa ku menatap beliau, selain langsung aku rebahkan diriku di pangkuan beliau. Sambil menangis terisak-isak… Kami menangis hampir satu jam.
Aku menuntun beliau untuk pulang ke rumah ibuku. Aku bertekad untuk selalu taat kepada beliau. Aku merasakan kehidupan yang sangat indah. Bersama kekasih seumur hidupku: Ibuku (semoga Allah menjaganya).
Aku memohon kepada Allah agar selalu menutupi kesalahanku dan menjadikan aku bebas dari masalah.

E.     Hal-hal yang Menyelamatkan dari Kebinasaan

Hal-hal yang Menyelamatkan dari Kebinasaan

Abdurrahman bin Samurah radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui kami ketika kami sedang berada di shuffah di kota Madinah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sungguh, tadi malam saya bermimpi aneh. Saya melihat seseorang dari umatku didatangi oleh malaikat maut untuk mencabut nyawanya. Lalu datanglah amalnya berupa bakti kepada kedua orang tua yang menghalangi malaikat maut mencabut nyawanya.
Saya melihat seseorang dari umatku telah dihamparkan untuknya siksa kubur, lalu wudhunya mendatanginya dan menyelamatkannya dari siksa tersebut. Saya melihat seseorang dari umatku dikepung oleh beberapa setan, lalu dzikirnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala mendatanginya dan mengusir setan-setan tersebut dari sisinya. Saya melihat seseorang dari umatku telah dikepung oleh malaikat juru siksa lalu shalatnya mendatanginya dan menyelamatkannya dari tangan para malaikat tersebut.
Saya melihat seseorang dari umatku merasakan kehausan. Ketika dia hendak mendekat ke telaga, maka dia dicegah dan diusir, lantas puasanya pada bulan Ramadhan datang dan memberinya minum sehingga membuatnya segar. Saya melihat seseorang dari umatku dan saya melihat para nabi berkelompok membentuk lingkaran-lingkaran. Ketika dia hendak mendekati lingkaran para nabi, maka dia diusir, lantas datanglah mandi jinabatnya dan memegang tangannya, lantas mendudukkannya di sampingku. Saya melihat seseorang dari umatku di depannya gelap, di sebelah kirinya gelap, di sebelah kanannya gelap, di sebelah atasnya gelap, dia pun menjadi bingung. Lantas datanglah hajinya dan umrahnya, lalu keduanya mengeluarkannya dari kegelapan dan memasukkannya dalam cahaya.
Saya melihat seseorang dari umatku melindungi tangannya dan wajahnya menghindari nyala dan bara api neraka, lantas datanglah sedekahnya menjadi tabir antara dirinya dan neraka sekaligus menjadi naungan untuk kepalanya. Saya melihat seseorang dari umatku mengajak bicara orang-orang mukmin, tetapi mereka tidak mau berbicara dengannya, lalu datanglah silaturahim yang dilakukannya, lalu berkata, ‘Wahai golongan kaum mukmin! Sesungguhnya dia banyak melakukan silaturahim, oleh karena itu ajaklah dia bicara. Maka, kaum mukmin pun mau mengajaknya bicara, berjabat tangan dengannya, dan dia berada di tengah-tengah mereka.
Saya melihat seseorang dari umatku telah dikepung oleh malaikat Zabaniyah, lalu datanglah amar makruf nahi mungkar yang pernah dilakukannya, lalu menyelamatkannya dari tangan malaikat tersebut dan memasukkannya di kalangan malaikat Rahmat. Saya melihat seseorang dari umatku bersimpuh pada kedua lututnya. Sementara antara dirinya dan Allah Subhanahu wa Ta’ala terdapat penghalang, lantas datanglah akhlaknya yang baik, lalu memegang tangannya dan mempertemukannya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Saya melihat seseorang dari umatku yang lembaran catatan amalnya jatuh di arah kirinya, lantas datanglah rasa takutnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu mengambil lembaran catatan amal tersebut dan diletakkan pada tangan kanannya. Saya melihat seseorang dari umatku yang timbangan amalnya ringan, lalu anak-anaknya yang masih kecil yang telah meninggal sebelum dia mendatanginya, latnas mereka memberatkan timbangan amalnya. Saya melihat seseorang dari umatku sedang berdiri di tepi neraka Jahannam, lalu khauf (rasa takut) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala mendatanginya, lantas menyelamatkannya dari hal tersebut dan berlalu.
Saya melihat seseorang dari umatku turun ke neraka, lantas air mata yang pernah dicucurkannya karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala mendatanginya, lalu menyelamatkannya dari hal tersebut. Saya melihat seseorang dari umatku sedang berdiri di atas shirath (jembatan) yang bergoyang-goyang bagaikan pelepah pohon kurma yang diterpa angin kencang, lantas baik sangkanya terhadap Allah ‘Azza wa Jalla mendatanginya, lalu menenangkan ketakutannya dan dia pun melewatinya. Saya melihat seseorang dari umatku sedang merangkak di atas shirath, terkadang mengesot, dan sesekali bergantung, lantas bacaan shalawatnya kepadaku mendatanginya, lalu menyelamatkannya dan menegakkan kedua kakinya. Saya juga melihat seseorang dair umatku telah sampai di pintu-pintu surga, ternyata pintu-pintu itu telah ditutup, lalu bacaan syahadat bahwa tiada sesembahan yang benar selain Allah Subhanahu wa Ta’ala mendatanginya, lalu membukakan untuknya pintu-pintu surga dan memasukkannya ke dalam surga’.”
(Dikeluarkan oleh al-Madini, dan dia berkata hadits ini hasan). Sekelompok huffazh menyebutkan bahwa isyarat keshahihannya telah terlihat.

F.     Ridha dengan Takdir yang Pahit


Dihikayatkan bahwa seseorang dari kalangan orang-orang shalih melewati seorang laki-laki yang terkena penyakit lumpuh separuh badan, ulat bertebaran dari dua sisi perutnya, lebih dari itu ia juga buta dan tuli. Lelaki lumpuh itu mengatakan, “segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkanmu dari cobaan yang telah dialami oleh banyak orang.” Lantas lelaki shalih yang lewat itu heran, kemudian bertanya kepadanya, “Wahai saudaraku! Apa yang diselamatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dari dirimu padahal saya melihat semua musibah, menimpa dirimu?” Ia menjawab, “Menyingkirlah kamu dariku hai pengangguran! Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyelamatkanku karena Dia menganugerahkan kepadaku lisan yang selalu mentauhidkan-Nya, hati yang dapat mengenal-Nya, dan waktu yang selalu kugunakan untuk berdzikir kepada-Nya.”
Dihikayatkan pula bahwa ada seorang yang shalih yang apabila ditimpa sebuah musibah ataumendapat cobaan, selalu berkata, “Ini adalah sesuatu yang baik.” Pada suatu malam serigala datang memangsa ayam jagonya, kejadian ini disampaikan kepadanya, maka ia pun berkata, “Ini adalah sesuatu yang baik.” Kemudian pada malam itu pula anjing penjaga ternaknya dipukul orang hingga mati, lalu kejadian ini disampaikan kepadanya. Ia pun berkata, “Ini adalah sesuatu yang baik.” Tak berapa lama keledainya meringkik, lalu mati. Ia pun berkata, “Ini adalah sesuatu yang baik, insya Allah.” Anggota keluarganya merasa sempit dan tidak mampu memahami mengapa ia mengucapkan perkataan itu. Pada malam itu orang-orang Arab datang menyerang mereka. Mereka membunuh semua orang yang ada di wilayah tersebut. Tidak ada yang selamat selain dia dan keluarganya. Orang-orang Arab yang menyerang tersebut menjadikan suara ayam jago, gonggongan anjing, dan teriakan keledai sebagai indikasi bahwa sebuah tempat itu dihuni oleh manusia, sedangkan semua binatang miliknya telah mati. Jadi, kematian semua binatang ini merupakan kebaikan dan menjadi penyebab dirinya selamat dari pembunuhan. Maha Suci Allah Yang Maha Mengatur dan Maha Bijaksana.
Al-Mada’ini menceritakan,
“Di daerah pedalaman saya pernah melihat seorang perempuan yang saya belum pernah melihat seorang pun yang lebih bersih kulitnya dan lebih cantik wajahnya daripada dirinya. Lalu saya berkata, “Demi Allah, kesempurnaan dan kebahagiaan berpihak kepadamu.” Lantas perempuan tersebut berkata, “Tidak. Demi Allah, sesungguhnya saya banyak dikelilingi oleh duka cita dan kesedihan. Saya akan bercerita kepadamu. Dulu saya mempunyai seorang suami. Dari suami saya tersebut saya mempunyai dua orang anak. Suatu ketika ayah kedua anak saya ini sedang menyembelih kambing pada hari raya Idul Adha. Sedangkan anak-anak sedang bermain.” Lantas anak yang lebih besar berkata kepada adiknya, “Apakah kamu ingin saya beritahu bagaimana cara ayah menyembelih kambing?” Adiknya menjawab, “Ya.” Lalu si kakak menyembelih adiknya. Ketika si kakak ini melihat darah, maka ia menjadi cemas, lalu ia melarikan diri ke arah gunung. Tiba-tiba ia dimangsa oleh serigala. Kemudian ayahnya keluar untuk mencari anaknya, ternyata ia tersesat di jalan sehingga ia mati kehausan. Akhirnya saya pun hidup sebatang kara.” Lantas saya bertanya kepadanya, “Bagaimana engkau bisa sabar?” Ia menjawab, “Apabila peristiwa tersebut terus-menerus menimpa saya, pasti saya masih merasakannya. Namun, hal itu saya anggap hanya sebuah luka, hingga akhirnya ia pun sembuh.”
Pada saat putranya meninggal dunia, Imam asy-Syafi’i rahimahullah. Berkata, “Ya Allah! Jika Engkau memberi cobaan, maka sungguh Engkau masih menyelamatkanku. Jika Engkau mengambil, sungguh Engkau masih menyisakan yang lain. Jika Engkau mengambil sebuah organ, sungguh Engkau masih menyisakan banyak organ yang lain. Jika Engkau mengambil seorang anak, sungguh Engkau masih menyisakan beberapa anak yang lain.”
Al-Ahnaf bin Qais mengatakan,
“Saya mengadukan sakit perut yang saya alami kepada pamanku, namun ia malah membentakku seraya berkata, “Jika sesuatu menimpamu, janganlah engkau mengeluhkannya kepada seorang pun. Sesungguhnya manusia itu ada dua macam. Teman yang kamu susahkan dan musuh yang kamu senangkan. Janganlah engkau mengeluhkan sesuatu yang menimpa dirimu kepada makhluk sepertimu yang tidak mampu mencegah bila hal serupa menimpa dirinya. Akan tetapi, adukanlah pada Dzat yang memberi cobaan kepadamu. Dialah yang mampu memberikan kelonggaran kepadamu. Hai putra saudaraku! Sungguh, salah satu dari kedua mataku ini tidak dapat melihat semenjak empat puluh tahun lalu. Saya tidak memberitahukan hal ini kepada istri saya dan kepada seorang pun dari keluarga saya.”
Ada seorang yang shalih mendapat cobaan terkait putra-putranya. Ketika ia dianugerahi dua orang anak dan baru saja mulai beranjak besar sehingga membuatnya bahagia, tiba-tiba anaknya dijemput kematian. Ia ditinggalkan anaknya dengan penuh kesedihan dan patah hati. Akan tetapi, lantaran kuatnya iman, ia hanya dapat mengikhlaskan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bersabar seraya berkata, “Milik Allah Subhanahu wa Ta’ala – segala sesuatu yang telah Dia berikan. Milik AllahSubhanahu wa Ta’ala pula segala sesuatu yang telah Dia ambil. Ya Allah! Berilah keselamatan kepadaku dalam musibah ini dan berikanlah ganti yang lebih baik lagi.” Allah pun menganugerahkannya anak yang ketiga. Setelah beberapa tahun, si anak jatuh sakit. Dan ternyata sakitnya sangat parah sampai hampir mati. Sang ayah berada di sisinya dengan air mata yang berlinangan. Kemudian ia merasakan kantuk dan tidur. Di dalam tidurnya ia bermimpi bahwa kiamat telah datang. Ketakutan-ketakutan pada hari Kiamat telah muncul. Lantas ia melihat shirath (jembatan) yang telah dipasang di atas permukaan Neraka Jahannam. Orang-orang sudah siap menyeberanginya. Laki-laki tersebut melihat dirinya sendiri di atas shirath. Ia hendak berjalan, tetapi ia takut terjatuh. Tiba-tiba anaknya yang pertama yang telah mati datang berlari-lari menghampirinya seraya berkata, “Saya akan menjadi sandaranmu wahai ayahku!” Sang ayah pun mulai berjalan. Akan tetapi, ia masih khawatir terjatuh dari sisi lain. Tiba-tiba ia melihat anaknya yang kedua mendatanginya dan memegangi tangannya pada sisi lainnya. Lantas lelaki tersebut sungguh-sungguh bergembira. Setelah ia berjalan sebentara, ia merasakan sangat haus, lalu ia meminta kepada salah satu dari dua anaknya tersebut agar memberinya minuman. Keduanya berkata, “Tidak bisa. Jika salah satu dari kita meninggalkanmu, niscaya engkau terjatuh ke neraka, lalu apa yang sebaiknya kita lakukan?” Salah satu dari kedua anaknya berkata, “Wahai ayahku! Seandainya ada saudara kami yang ketiga bersama kami, pastilah ia dapat mengambilkan minum untukmu sekarang.” Lantas lelaki tersebut terjaga dari tidurnya seraya ketakutan. Ia memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa ia masih hidup dan Hari Kiamat belum tiba. Seketika ia melirik ke arah anaknya yang sedang sakit di sampingnya. Ternyata anaknya telah meninggal dunia. Kontan ia menjerit, “Segala puji bagi Allah.” Sungguh, saya telah mempunyai simpanan dan pahala. Kamu adalah pendahulu bagiku di atas shirath pada hari Kiamat kelak.”

G.    Matahari Yang Tertunda Terbenamnya


Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Suatu ketika, seorang Nabi (Yusya bin Nun Alaihi Salam) berperang, kemudian ia berkata kepada kaumnya, ‘Janganlah ikut serta dalam peperanganku ini seseorang lelaki yang baru saja menikah dan ia hendak berhubungan dengan istrinya itu, jangan pula ikut serta dalam peperangan ini seorang yang tengah membangun rumah dan belum mengangkat atapnya, jangan pula seseorang yang membeli kambing atau onta yang sedang bunting tua yang ia menantikan kelahiran anak-anak ternaknya itu’.”
“Lantas sang Nabi berangkat perang. Ketika ia telah dekat dengan sebuah desa pada waktu shalat ashar atau sudah dekat dengan itu, ia berkata kepada matahari, ‘Sesungguhnya engkau diperintahkan dan saya pun juga diperintahkan. Ya Allah! Tahanlah jalan matahari itu di atas kami.’ Kemudian matahari itu tertahan (tertunda dari waktu terbenamnya) sehingga Allah Subhanahu wa Ta’alamemberikan kemenangan kepada sang Nabi.
Kemudian ia mengumpulkan banyak harta rampasan. Kemudian datanglah api untuk membakar harta rampasan tadi, tetapi api tersebut enggan membakarnya. Sang Nabi berkata, ‘Sesungguhnya di antara kalian semua itu ada yang mencuri harta rampasan. Oleh karena itu, hendaklah dari setiap kabilah ada satu orang yang berbaiat padaku.
Lalu ada seorang lelaki yang tangannya melekat dengan tangan Nabi tersebut. Lalu sang Nabi berkata, lagi, ‘Sesungguhnya di kalangan kabilahmu ada yang mencuri harta rampasan. Oleh sebab itu, hendaklah setiap orang dari kabilahmu berbaiat kepadaku.’ Selanjutnya ada dua atau tiga orang yang tangannya lekat dengan tangan sang Nabi, lalu beliau berkata pula, ‘Di kalangan kabilahmu ada yang mencuri harta rampasan.’ Mereka lalu menyerahkan sebongkah emas sebesar kepala lembu, lalu mereka meletakkan benda tersebut, kemudian datanglah api yang langsung melalapnya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala menghalalkan harta rampasan tersebut untuk kita. Dia mengetahui betapa lemahnya diri kita. Oleh sebab itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menghalalkannya untuk kita.” (Muttafaq alaih).
 SEMOGA BERMANFAAT (RATHY MATH)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar