ULUMUL
HADITS
SUNAN
AN-NASA’I
OLEH
KELOMPOK : VIII ( 8 )
NURSIDRATI : 151.12.4.024
NURHAYATI : 151.124.026
NURBAYA : 151.124.027
JURUSAN
PENDIDIKANMATEMATIKA
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
MATARAM
2013
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi
Allah SWT (Tuhan Yang Maha Esa), yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua sehingga kita bisa menyelesaikan tugas “Makalah Ulumul Hadits”
ini dengan baik.
Shalawat serta salam
senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW sebagai
“Sang Revolusioner Islam Sejati”, sebab beliaulah kita bisa membedakan antara
yang hak dan yang bathil, antara yang halal dan yang haram, dan antara jalan
menuju syurga dan jalan menuju neraka.
Ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada pihak yang membantu guna
terselesainya makalah ini.
Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik dan saran dari
semua pihak yang sifatnya membangun sangat kami harapkan disini, guna
kelancaran dari makalah-makalah berikutnya.
Mataram,23April
2013.
Hormat Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman Sampul.
Kata Pengantar. i
Daftar Isi. ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar
Belakang 1
.
1.2 Rumusan
Masalah. 2
1.3 Tujuan. 2
BAB II PEMBAHASAN. 3
A.
NAMA LENGKAP DAN SILSILAH 3
B.
CIRI-CIRI. 3
C.
PENYEBARAN INTELEKTUALNYA. 4
D.
GURU DAN MURIDNYA. 6
E.
CONTOH HADISNYA. 7
F.
PENILAIAN
ULAMA. 8
G.
WAFATNYA. 9
H.
KETEGASAN BELIAU DALAM MERIWAYAT HADITS. 9
I.
PENILAIAN PANDANGAN SHAIKH AL-ALBANI MELALUI BUKU
BELIAU BERTAJUK DHOIF SUNAN AL-NASAI. 10
J.
PERAWI-PERAWI YANG DHOIF DALAM SUNAN NASAI 11
BAB III PENUTUP. 12
A. Simpulan. 12
B. Kritikdan
Saran. 12
DAFTAR PUSTAKA. 13
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Hadits adalah segala yang bersumber
dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya. Hadis menjadi
sumber hukum yang dedua setelah al-quran. Hadis diterima oleh sahabat dari nabi
baik secara langsung maupun tidak langsung. Sahabat atau orang yang
meriwayatkan hadis disebut juga rawi. Oleh karena itu kita harus mengetahui
kehidupan par perawinya dengan baik dengan mengetahui kehidupan para perawinya
kita akan mengetahui hadis itu shahih atau tidak.
Ilmu yang membahas tentang
perawi hadis ini mulai dari kekurangan hingga kelebihannya apakah hadis itu
sahih atau tidak, disebut juga ilmu rijalul hadis. Pada pembahassan kali ini
pemakalah akan mencoba membahas perawi tentang An-Nasa’i. Bagaimana silsilahnya,
penyebaran intelektualnya, guru dan muridnya. Untuk lebih jelasnya pemakalah
akan membahas pada BAB berikutnya.
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalah
dalam makalah ini adalah :
1. Bangaimana sosok dari An-Nasa’I itu
sendiri ?
2. Latar belakang keluarga seperti apa
?
3. Kemampuan intelektual dari seorang
An-nasa’I itu seperti apa ?
4. Bagaimana pandangan ulama terhadap
An-nasa’I ?
5. Bagaimana ketegasan beliau dalam
meriwayatkan hadits ?
C.
TUJUAN.
Adapun yang menjadi tujuan dalam
makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui sosok dari
An-Nasa’i.
2. Untuk Mengetahui seluk beluknya.
3. Memberikan pengetahuan tentang
penyebaran intelektual dari An-Nasa’i.
4. Untuk mengetahui bagaimana pandangan
ulama tentang beliau.
5. Untuk mengetahui bagaimana ketegasan
beliau dalam meriwayatkan hadits.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
NAMA LENGKAP DAN SILSILAH
Nama lengkapnya abu Abdurrahman
Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Sinan bin Bahr Al-Kurasani An-Nasa’i.Nama imam
An-Nasa’i dinisbatkan pada sebuah daerah bernama Nasa’ di wilayah kurasan yang
disebut juga Nasawi.Kelahiran An-Nasa’i menurut Adz-Dzahabi, “imam An-Nasa’i
lahir di daerah Nasa’i pada tahun 215 hijriah[1]
Beliau menerima
Hadits dari Sa'id, Ishaq bin Rawahih dan
ulama-ulama lainnya selain itu dari kalangan tokoh ulama ahli hadits yang
berada di Khurasanb, Hijaz, Irak, Mesir, Syam, dan Jazirah
Arab. Ia termasuk di antara ulama yang
ahli di bidang ini dan karena ketinggian sanad hadtsnya. Ia lebih kuat
hafalannya menurut para ulama ahli hadits dari Imam Muslim dan kitab Sunan
An Nasa`i lebih sedikit hadits dhaifnya (lemah) setelah Hadits Sahih
Bukhari dan Sahih Muslim. Ia pernah menetap di Mesir
B.
CIRI-CIRI
Ciri-ciri An-Nasa’i
·
raut wajahnya oval.
·
kulitnya berwarna sao matang.
·
Menurut Adz-Dzahabi An-Nasa’i bermuka tampan biarpun sudah
memasuki usia senja, sering mengenakan baju musim dingin.
·
mempunyai empat isteri dan senang makan daging ayam.
·
Dia adalah seorang syek yang berwibawa, bermuka cerah,
ringan tangan dan berbudi luhur[2].
C.
PENYEBARAN INTELEKTUALNYA
Pada awalnya, beliau tumbuh dan
berkembang di daerah Nasa’. Beliau berhasil menghafal al-Qur’an di Madrasah
yang ada di desa kelahirannya. Beliau juga banyak menyerap berbagai disiplin
ilmu keagamaan dari para ulama di daerahnya. Saat remaja, seiring dengan
peningkatan kapasitas intelektualnya, beliaupun mulai gemar melakukan lawatan
ilmiah ke berbagai penjuru dunia. Apalagi kalau bukan untuk guna memburu
ilmu-ilmu keagamaan, terutama disiplin hadis dan ilmu Hadis.
Belum genap usia 15 tahun, beliau
sudah melakukan mengembara ke berbagai wilayah Islam, seperti Mesir, Hijaz,
Iraq, Syam, Khurasan, dan lain sebagainya. Sebenarnya, lawatan intelektual yang
demikian, bahkan dilakukan pada usia dini, bukan merupakan hal yang aneh
dikalangan para Imam Hadis. Semua imam hadis, yang biografinya banyak kita
ketahui, sudah gemar melakukan perlawatan ilmiah ke berbagai wilayah Islam
semenjak usia dini. Dan itu merupakan ciri khas ulama-ulama hadis, termasuk
Imam al-Nasa’i.
Kemampuan intelektual Imam al-Nasa’i
menjadi kian matang dan berisi dalam masa pengembaraannya. Namun demikian, awal
proses pembelajarannya di daerah Nasa’ tidak bisa dikesampingkan begitu saja,
karena justru di daerah inilah, beliau mengalami proses pembentukan
intelektual, sementara masa pengembaraannya dinilai sebagai proses pematangan
dan perluasan pengetahuan.
Untuk pertama
kali, sebelum disebut dengan Sunan al-Nasa`i, kitab ini dikenal dengan al-Sunan
al-Kubra. Setelah tuntas menulis kitab ini, beliau kemudian menghadiahkan kitab
ini kepada Amir Ramlah (Walikota Ramlah) sebagai tanda penghormatan. Amir
kemudian bertanya kepada al-Nasa`i, “Apakah kitab ini seluruhnya berisi hadis
shahih?” Beliau menjawab dengan kejujuran, “Ada yang shahih, hasan, dan adapula
yang hampir serupa dengannya”.
Kemudian Amir
berkata kembali, “Kalau demikian halnya, maka pisahkanlah hadis yang shahih-shahih
saja”. Atas permintaan Amir ini, beliau kemudian menyeleksi dengan ketat semua
hadis yang telah tertuang dalam kitab al-Sunan al-Kubra. Dan akhirnya beliau
berhasil melakukan perampingan terhadap al-Sunan al-Kubra, sehingga menjadi
al-Sunan al-Sughra. Dari segi penamaan saja, sudah bisa dinilai bahwa kitab
yang kedua merupakan bentuk perampingan dari kitab yang pertama.
Imam al-Nasa`i
sangat teliti dalam menyeleksi hadis-hadis yang termuat dalam kitab pertama.
Oleh karenanya, banyak ulama berkomentar “Kedudukan kitab al-Sunan al-Sughra
dibawah derajat Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Di dua kitab terakhir,
sedikit sekali hadis dhaif yang terdapat di dalamnya”. Nah, karena hadis-hadis
yang termuat di dalam kitab kedua (al-Sunan al-Sughra) merupakan hadis-hadis
pilihan yang telah diseleksi dengan super ketat, maka kitab ini juga dinamakan
al-Mujtaba. Pengertian al-Mujtaba bersinonim dengan al-Maukhtar (yang
terpilih), karena memang kitab ini berisi hadis-hadis pilihan, hadis-hadis
hasil seleksi dari kitab al-Sunan al-Kubra.
Disamping
al-Mujtaba, dalam salah satu riwayat, kitab ini juga dinamakan dengan
al-Mujtana. Pada masanya, kitab ini terkenal dengan sebutan al-Mujtaba,
sehingga nama al-Sunan al-Sughra seperti tenggelam ditelan keharuman nama al-Mujtaba.
Dari al-Mujtaba inilah kemudian kitab ini kondang dengan sebutan Sunan
al-Nasa`i, sebagaimana kita kenal sekarang. Dan nampaknya untuk selanjutnya,
kitab ini tidak akan mengalami perubahan nama seperti yang terjadi sebelumnya.
D.
GURU DAN MURIDNYA
v
Di
antara guru-guru beliau, yang teradapat didalam kitab sunannya adalah sebagai
berikut;
·
Qutaibah bin Sa’id.
·
Ishaq bin Ibrahim.
·
Hisyam bin ‘Ammar.
·
Suwaid bin Nashr.
·
Ahmad bin ‘Abdah Adl Dabbi.
·
Abu Thahir bin as Sarh.
·
Yusuf bin ‘Isa Az Zuhri.
·
Ishaq bin Rahawaih.
·
Al Harits bin Miskin.
·
Ali bin Kasyram.
·
Imam Abu Dawud.
·
Imam Abu Isa at Tirmidzi
v Murid-murid yang mendengarkan majlis
beliau dan pelajaran hadits beliau adalah:
·
Abu al Qasim al Thabarani.
·
Ahmad bin Muhammad bin Isma’il An Nahhas an Nahwi.
·
Hamzah bin Muhammad Al Kinani.
·
Muhammad bin Ahmad bin Al Haddad asy Syafi’i.
·
Al Hasan bin Rasyiq.
·
Muhmmad bin Abdullah bin Hayuyah An Naisaburi.
·
Abu Ja’far al Thahawi.
·
Al Hasan bin al Khadir Al Asyuti.
·
Muhammad bin Muawiyah bin al Ahmar al Andalusi.
·
Abu Basyar ad Dulabi.
·
Abu Bakr Ahmad bin Muhammad as Sunni.
E.
CONTOH HADISNYA
1.
Penjelasan
tentang orang muslim dan orang muhajir.
عن عبد الله بن عمرو عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: المسلم المسلمون من لسا نه ويده والمها جرمن هجر ما نهى الله
عنه. (رواه البخارى و ابو داود والنسائ)
Artinya:
“Dari Abdillah bin Amru, dari nabi
SAW bersabda, orang muslim adalah orang yang orang-orang muslim sekitarnya
merasa terjaga dari derita yang diakibatkan lisan dan tangannya, sedangkan
orang muhajir adalah orang yang berhijrah dari apa yang dilarang Allah.” (diriwayatkan al-Bukhari abu Daud
dan An-Nasa’i)
- Tanda keimanan
عن أنس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لما يوئمن احد كم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه.
(رواه البخاري ومسلم و أحمد والنسائ)
Artinya:
Dari Anas Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shalallahu Alaihi wa
Sallam, bersabda, “Tidak beriman salah seorang kalian sehingga ia mencintai
saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (Diriwayatkan Al-Bukhary, Muslim, Ahmad dan An-Nasa’y).
- Tanda-tanda kemunafikan
عن عبد الله بن عمرو قال: قال رسول
الله صلى الله عليه و سلم: أربع من كن فيه كان منا فقا خالصا ومن كانت فيه خاصلة منهن
كانت فيه خصلة من النفا ق حسى يدعها اذا ائوتمن خا ن واذا حد ث كذ ب واذا عاهد غد
ر واذا خا صم فجر.
(رواه الشيخا ن و أصحا ب السنن الثلاثاة أبود واد والترمذي
والنسائ)
Dari Abdullah bin Amru, ia berkata,
“Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Ada empat sifat bila
kermpat-empatnya itu terdapat dalam diri seseorang maka ia telah menjadi
seorang munafik tulen. Dan, barang siapa yang pada dirinya hanya terdapat salah
satu dari keempat sifat itu maka pada dirinya sudah tumbuh satu sifat
kemunafikan, sehingga ia meninggalkannya. Bila dipercaya khianat, bila
berbicara dusta, bila mengikat tali perjanjian ingkar, dan bila memusuhi licik.” (Diriwayatkan Asy-Syaikhany,
Ashabus-Sunan ats-Tsalatsah, Abu Daud, At-Tirmidzy dan An-Nasa’y)[3].
F. PENILAIAN ULAMA
Dari kalangan ulama seperiode beliau dan murid-muridnya
banyak yang memberikan pujian dan sanjungan kepada beliau, diantara mereka yang
memberikan pujian kepada beliau adalah:
- Abu ‘Ali An Naisaburi menuturkan; “beliau adalah tergolong dari kalangan imam kaum muslimin.’ Sekali waktu dia menuturkan; beliau adalah imam dalam bidang hadits dengan tidak ada pertentangan.”
- Abu Bakr Al Haddad Asy Syafi’I menuturkan; “aku ridla dia sebagai hujjah antara aku dengan Allah Ta’ala.”
- Manshur bin Isma’il dan At Thahawi menuturkan; “beliau adalah salah seorang imam kaum muslimin.”
- Abu Sa’id bin yunus menuturkan; “beliau adalah seorang imam dalam bidang hadits, tsiqah, tsabat dan hafizh.”
- Al Qasim Al Muththarriz menuturkan; “beliau adalah seorang imam, atau berhak mendapat gelar imam.”
- Ad Daruquthni menuturkan; “Abu Abdirrahman lebih di dahulukan dari semua orang yang di sebutkan dalam disiplin ilmu ini pada masanya.”
- Al Khalili menuturkan; “beliau adalah seorang hafizh yang kapabel, di ridlai oleh para hafidzh, para ulama sepakat atas kekuatan hafalannya, ketekunannya, dan perkataannya bisa dijadikan sebagai sandaran dalam masalah jarhu wa ta’dil.”
- Ibnu Nuqthah menuturkan; “beliau adalah seorang imam dalam disiplin ilmu ini.”
Al Mizzi menuturkan; “beliau adalah
seorang imam yang menonjol, dari kalangan para hafizh, dan para tokoh yang
terkenal[4].
G.
WAFATNYA
Setahun menjelang kemangkatannya,
beliau pindah dari Mesir ke Damsyik. Dan tampaknya tidak ada konsensus ulama
tentang tempat meninggal beliau. Al-Daruqutni mengatakan, beliau di Makkah dan
dikebumikan diantara Shafa dan Marwah. Pendapat yang senada dikemukakan oleh
Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-’Uqbi al-Mishri.
Sementara ulama yang lain, seperti
Imam al-Dzahabi, menolak pendapat tersebut. Ia mengatakan, Imam al-Nasa’i
meninggal di Ramlah, suatu daerah di Palestina. Pendapat ini didukung oleh Ibn
Yunus, Abu Ja’far al-Thahawi (murid al-Nasa’i) dan Abu Bakar al-Naqatah.
Menurut pandangan terakhir ini, Imam al-Nasa’i meninggal pada tahun 303 H dan
dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestina. Inna lillah wa Inna Ilai Rajiun.
Semoga jerih payahnya dalam mengemban wasiat Rasulullah guna menyebarluaskan
hadis mendapatkan balasan yang setimpal di sisi Allah. Amiiin[5].
H. KETEGASAN BELIAU DALAM MERIWAYAT
HADITS
Beliau
Pernah mengkritik beberapa perawi hadis yang ada di dalam Sahih Bukhari dan
Muslim.
Hadis yang
diriwayatkan beliau cukup tinggi penelitian dan ketegasannya.
- Contoh: Sa’ad Ali al-Zannjani pernah ditanya tentang
seseorang perawi, perawi itu dianggap tidak dhoif tetapi Imam An-Nasai
mendhoifkan perawi itu. Walhal Zanjani yang sudah dikenali dengan ketegasan
beliau menilai perawi, begitulah tingginya penilaian beliau terhadap seseorang
perawi.
I. PENILAIAN
PANDANGAN SHAIKH AL-ALBANI MELALUI BUKU BELIAU BERTAJUK DHOIF SUNAN AL-NASAI.
v Hadis 36; tentang membaca bismillah
sebelum pembacaan al-Fatihah.
·
Abu Hurairah yang katakan solat beliau paling dekat dengan
solat Nabi ; disahihkan oleh Ibn Khuzaimah,Ibn Jarud, Ibn Hibban, Daruqutni.ada
atsar sahabah baca basmalah secara jahr (Daruqutni).
·
Pandangan mazhab ; Imam Ahmad secara sir (tetapi dinukilkan
oleh Ibn Taimiyyah sekiranya pergi ke Madinah maka perlunya dibaca secara
jahr), Imam Malik tidak perlu baca, Imam Syafie katakan perlu baca jahr
(berdasarkan perbuatan sahabat) kerana hikmah untuk mengekalkan sunnah
perbuatan itu daripada hilang terus.
v Hadis tentang mengangkat takbir
sehingga hampir sampai dengan telinga.
·
Nasai katakan hadis ini sahih
v Hadis 44 ; Hadis diriwayatkan oleh
Anas yang solat dengan Nabi, solat Zohor,
·
disahihkan oleh Ibn Khuzaiman, Ibn Hibban.
v Hadis 49 ; Hadis tentang Nabi solat
dengan turun lutu terlebih dahulu
·
Sahih oleh Ibn Khuzaimah, Ibn hibban, Ibn Sakan, Al-Khotabi,
al-Hakim, manakala Imam Tirmidzi katakanan hadis hasan.
v Hadis 52
v Hadis 68 (no. 174 dalam al-Mujtabar)
tentang menundukkan tasyahud
·
Mengangkat jari oleh Abu Daud, tetapi dijudulkan sebagai
menundukkan jari ketika tasyahud oleh An-Nasai, menunjukkan penilaian lebih
halus.
·
diriwayatkan juga oleh Ibn Hibban, Ibn Khuzaimah etc.
J. PERAWI-PERAWI YANG DHOIF DALAM SUNAN NASAI?
v Ibn Hajar dalam Fathul Bari katakan;
para ulamak yang bertanggungjawab untuk memilih perawi. Maka wujud kelebihan
yang dimiliki oleh para imam untuk menilai dan memilih hadis-hadis yang sahih
hatta kadang kala wujud para imam lain yang dipertikaikan status sesetengah
perawi[6].
BAB
III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Imam an-Nasa’i yang memiliki nama
lengkap Abu Abdirrahman Ahmad bin Syuaib bin Ali bin Bahar bin Sinan bin Dinar
an-Nasa’i adalah seorang ulama hadis terkenal. Dilahirkan di satu desa yang
bernama Nasa’ di daerah Khurasan pada tahun 215 H. Imam al-Nasa’i meninggal
pada tahun 303 H. Ia adalah periwayat hadis yang terkenal. Banyak hadits yang
beliau tulis di bukunya dan beliau ini merupakan seorang yang pengembara dalam
mencari ilmu,baik itu dalam negri maupun luar negri.
B.
KRITIK DAN SARAN
Dalam penulisan makalah ini banyak sekali
terdapat kesalahan dan kekurangannya,baik dari segi,metode,isi maupun cara
penulisannya ,maka dari itu pemakah mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
yang bersifat membangun guna untuk perbaikan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Qadir Ahmad Atha.Adabun
Nabi.Jakarta:Pustaka Azzam,2002.
Syaik Ahmad Farid, 60 Biografi
ulama Salaf.Jakarta:Pustaka al-Kautsar,2006.
Syaik
Muhammad Sa’id Mursi.Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang
Sejarah.Jakarta:Pustaka al-Kautsar,2008.
Sangat berguna untuk tugas mata kuliah hadist ulumul hadist milik saya ! Terima kasih ^^
BalasHapus